Program setoran santri Maskanul Huffadz Ikhwan berbeda dengan santri akhwat. Dalam sehari santri akhwat ditargetkan setoran minimal 4 halaman, sedangkan ikhwan hanya 2 halaman. Hal in dikarenakan, Ustadz Ramdhan Ali Mantiri, Lc. selaku pengasuh tahfidz ikhwan sangat menekaankan kualitas bacaan dibanding kuantitas setoran.
Untuk itu, sebelum menghafal, mereka ditalaqqi terlebih dahulu untuk memastikan bacaan nya benar. Kemudian, para santri diwajibkan mengulang bacaan puluhan kali sambil melihat mushaf. Barulah setelah itu, mereka boleh menghafal bil ghaib dan disetorkan ke musyrif masing-masing. Ustadz Aman Sobirin dalam sambutannya mengatakan bahwa sebagian besar santri Ikhwan tidak berasal dari lingkungan pesantren. Tak jarang ketika setoran mereka diminta mundur untuk memperbaiki hafalan mereka. Namun, dengan jihad yang penuh kesungguhan, mereka akhirnya dapat menyelesaikan setoran 30 juz.
Selain itu, Ustadz Aman juga berpesan agar para santri tidak berpuas diri. Menurut beliau, khataman ini baru muqaddimah. Artinya, perjuangan mereka masih panjang karena khatam sesungguhnya adalah ketika kita menghembuskan nafas terakhir. Setelah sambutan dari perwakilan musyrif, tibalah acara inti. Kesepuluh khatimin menyetorkan hafalan terakhir yang dimulai dari Surat At-Takatsur sampai kembali ke 5 ayat pertama Al-Baqarah.
Sementara itu, di dalam nasihatnya, Umma Oki mengaku merasa lebih terharu menghadiri khataman Ikhwan. Selain karena khataman akhwat sudah sering, keterlibatan santri Ikhwan dalam prosesi pemakaman Ayah Sulyanto memberikan kesan sendiri di hati Umma. “Bapak dan Ibu harus bangga memiliki anak seperti mereka,” ujar Umma. Menurutnya, sangat sedikit pemuda di usia mereka yang mau menghafal Al-Quran.
Umma yakin, santri Maskanul Ikhwan ini nantinya akan menjadi suami dan kepala keluarga yang dapat membimbing istri dan anak-anaknya sesuai Al-Qur’an dan Sunnah.