Oleh: Alya Natasya
.
“Diantara tanda berpalingnya Allah Subhanahu Wata’ala dari seorang hamba adalah Allah menjadikan kesibukannya pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”
-Hasan Al-Bashri
.
Katanya cinta Allah, tapi shalat saja di ujung waktu. Katanya sih rindu Rasulullah, tapi sunnahnya pun masih diragukan. Katanya Al-Quran adalah pedoman, tapi HP dan Google tak pernah lepas dari tangan.
Di zaman sekarang ini, banyak sekali umat Islam yang telah mengaku bahwa mereka mencintai Allah dan Rasul-Nya. Tapi, bukankah pengakuan tanpa pembuktian itu bohong?
Perlu kita ketahui, bahwa Allah tidak membutuhkan manusia sekalipun. Karena sungguh, yang menciptakan itu tidak bergantung pada yang diciptakan.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist Qudsi, “Sesungguhnya Aku (Allah) tidak membutuhkan serikat seorang pun. Barang siapa melakukan suatu amal perbuatan dengan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku dalam perbuatannya, maka Aku menolak amalan perbuatan tersebut dan persekutuannya.”
Sering kali manusia enggan menyadari kebaikan-kebaikan yang telah Allah titipkan padanya. Kebaikan Allah bukan berupa harta, bukan pula berupa takhta. Tapi, kebaikan yang akan menyampaikan kita pada hakikat kebaikan itu sendiri (ridho-Nya).
Menurut sudut pandang Muhammad Mahmud Abdullah dalam bukunya yang berjudul Metode Membaca, Menghafal, dan Menajwidkan Al-Quran Al-Karim, kebaikan itu terletak pada tiga hal berikut:
1. Barang siapa dikehendaki Allah untuk diberi kebaikan kepadanya, maka Allah akan menjadikan ia paham dalam ilmu agama (‘Alim).
2. Barang siapa dikehendaki Allah untuk diberi kebaikan kepadanya, maka Allah menjadikan ia tidak mengejar kekayaan dunia (zuhud).
3. Barang siapa dikehendaki Allah untuk diberi kebaikan kepadanya, maka Allah akan menjadikannya berintrospeksi diri sehingga menyadari kekurangan dirinya.
Ketika Allah mencintai hamba-Nya, maka Allah akan memberikan ketenangan dalam hidupnya. Sehingga, ia dijauhkan dari kecintaan pada dunia, karena kuatnya keyakinan atas takdir yang telah ditetapkan untuknya.
Tidak hanya itu, Allah akan memberkahi waktu-waktunya sehingga ia bisa memanfaatkan kesempatan waktu yang telah Allah berikan kepadanya, untuk menjadikan amalnya lebih baik dari hari kemarin.
Kemudian, Allah tunjukkan ia pada cahaya-cahaya yang bisa mendorongnya untuk lebih dekat lagi dengan Allah. Seperti, dimudahkan langkahnya untuk menuntut ilmu, dipertemukan dengan orang-orang shalih, sehingga kecintaannya pada makhluk tidak melebihi kecintaannya pada sang Khalik.
Allah mengabarkan kepada kita, tentang kecintaan-Nya terhadap orang-orang yang bertakwa, dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 76 dan At-Taubah ayat 4 dan 7. Yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”.
Sahabat, tidak ada waktu yang tepat untuk bertaubat, kecuali saat ini juga. Mulailah kembali, buka dan baca lembaran Al-Quran yang sempat usang, shalat dan berdoalah di atas sajadah yang jarang terbentang.
Untuk memulai, jangan coba bersaing dengan ulama jika diri tak siap untuk kalah. Tapi, bersainglah dengan dirimu sendiri. Jadikan muhasabah sebagai ajang perbaikan diri untuk menjadi 1% lebih baik setiap hari.
Seperti yang dikatakan Imam Hasan Al-Bashri, “Wahai anak Adam! Kalian tidak lain hanyalah kumpulan hari, setiap satu hari berlalu maka sebagian dari diri kalian pun ikut pergi.”
Sebagai penutup, ada seorang sahabat yang menasehati saya, katanya “Hidup bukan tentang siapa yang terbaik, tapi tentang siapa yang mau berbuat baik, dan senantiasa memperbaiki diri.”
Semoga bermanfaat, dan jangan pernah berhenti berbuat baik.