Skip to main content

Emang iri hati diperbolehkan?

Terlebih kalau Sahabat Maffaz tahu dengan firman Allah yang satu ini:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ٣٢

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisa/4: 32)

Iri hati yang dimaksud dalam ayat itu dilarang karena menyebabkan pelakunya berkeinginan agar karunia tersebut lenyap dari si fulan. Padahal Allah memberikan karunia yang berbeda pada masing-masing kita. Perasaan iri yang dilarang ini tidak lain lahir dari kelalaian kita dalam mensyukuri nikmat Allah.

Sementara itu,ternyata di dalam hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaiakan bahwa ada hasad yang diperbolehkan. Perbedaannya, hasad ini tidak mengandung keinginan agar nikmat tersebut hilang dari si fulan. Hasad yang diperbolehkan ini disebut ghitbah.

Berikut haditsnya:

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ القُرْآنَ، فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ، فَقَالَ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الحَقِّ، فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلاَنٌ، فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ

Tidak ada (sifat) iri (yang terpuji) kecuali pada dua orang: seorang yang dipahamkan oleh Allah tentang al-Qur-an kemudian dia membacanya di waktu malam dan siang hari, lalu salah seorang tetangganya mendengarkan (bacaan al-Qur-an)nya dan berkata: “Duhai kiranya aku diberi (pemahaman al-Qur-an) seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti (membaca al-Qur-an) seperti yang diamalkannya. Dan seorang yang dilimpahkan oleh Allah baginya harta (yang berlimpah) kemudian dia membelanjakannya di (jalan) yang benar, lalu ada orang lain yang berkata: “Duhai kiranya aku diberi (kelebihan harta) seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan (bersedekah di jalan Allah) seperti yang diamalkannya.” (HR. Al-Bukhari)

Dari hadits tersebut kita dibolehkan iri kepada (1) orang yang paham Al-Quran dan istiqomah membacanya, terhadap mereka orang yang iri berkata: “Duhai kiranya aku diberi seperti yang diberikan kepada si fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti yang diamalkannya.”

Selain itu, iri diperbolehkan kepada (2) orang yang dilimpahkan oleh Allah harta kemudian dia membelanjakannya di jalan yang benar hingga orang yang iri berkata: “Duhai kiranya aku diberi seperti yang diberikan kepada si Fulan, sehingga aku bisa mengamalkan seperti yang diamalkannya.”

Pengandaian ini bukan angan-angan kosong melainkan diucapkan dengan penuh pengharapan kepada Allah tanpa keinginan agar Allah mencabut nikmat tersebut dari si Fulan. Maka hasad yang seperti inilah yang diperbolehkan dan kita berharap agar Allah mengabulkan keinginan kita untuk menjadi salah satu di antara 2 orang ini. (24/12/21)

Leave a Reply