Skip to main content

Abdurrahman bin Hudzail Al-Fazari, dikutip dari buku Muhammad Al-Fatih 1453, beliau mengatakan, “Ketahuilah, bahwa membaca kisah-kisah dan sejarah-sejarah tentang orang yang memiliki keutamaan akan memberikan kesenangan dalam jiwa seseorang. Kisah-kisah tersebut akan melegakan hati serta mengisi kehampaan. Membentuk watak yang penuh semangat dilandasi kebaikan serta menghilangkan rasa malas.”

Maka hari ini kita akan menyimak pengalaman luar biasa dari Abdullah bin Mubarok, ahli fiqih, hadits dan sekaligus sufi besar yang lahir tahun 181 H. Berikut kisahnya:

Satu ketika, aku ingin menjalankan ibadah haji dan ziarah ke kuburan Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Tiba-tiba di tengah jalan, aku menemukan gundukan hitam. Aku dekati, aku teliti lebih lanjut, ternyata seorang wanita tua yang mengenakan baju dan kerudung berbahan wol.  

Aku menyapanya,

السَّلَامُ عَلَيْكِ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ

Wanita itu menjawab:  

سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ

“(Kepada mereka dikatakan) ‘Salam’, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang” (QS Yasin 58).  

Aku mendoakannya, “Semoga anda selalu dikasihi oleh Allah.” Lalu aku mencoba memulai dengan sebuah pertanyaan yang kemudian terjadi perbincangan antara aku dan wanita tua tersebut.  

“Anda sedang apa di sini?”

Wanita tersebut menjawab, namun tidak dengan kalimat standar. Terdengar jelas bahwa wanita tua ini lagi-lagi membacakan ayat:  

مَنْ يُضْلِلِ اللهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ

“Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang bisa memberikan petunjuk kepadanya” (QS al-A’raf: 186).  

Aku menjadi tahu bahwa wanita ini sedang tersesat. Ku tanya dia lebih dalam, “Anda ini sebenarnya mau ke mana?”

Wanita tua menjawab:  

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Isra’: 1).  

Aku menjadi tahu, ia sudah menjalankan ibadah haji dari kawasan Masjidil Haram, Makkah. Berikutnya, ia hendak melanjutkan perjalanan menuju Baitul Aqsha, Palestina.

Aku tanyakan lagi, “Berapa lama anda di sini?”  

Ia menjawab:  

ثَلَاثَ لَيَالٍ سَوِيًّا

“… dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.” (QS Maryam: 10).  

Aku bilang kepadanya, “Aku tidak melihat ada makanan di sekitar anda sini.”

 هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ

“Dialah (Allah) yang memberikan makanan dan minuman (kepadaku).” (QS As-Syu’ara’: 79)  

“Di sini, anda berwudhu dengan apa?”  

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

“Kemudian kalian tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan debu yang baik [suci].” (QS An-Nisa’: 43)

Ayat ini menunjukkan bahwa dia tidak mendapatkan air, kemudian ia bertayammum memakai debu yang suci. Aku kembali bertanya, “Aku membawa bekal makanan. Apakah anda berkenan?”  

Dia ternyata berpuasa. Wanita itu menyitir potongan ayat:  

ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Kemudian sempurnakan puasa kalian sampai masuk malam hari.” (QS Al-Baqarah: 187)  

“Loh, ini kan bukan bulan Ramadan. Kenapa anda puasa?” tanyaku.

وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

“Barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri dan Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 158)

Dengan ayat ini, wanita tersebut dapat diketahui bahwa ia sedang mengerjakan puasa sunnah. “Kita ‘kan diperbolehkan membatalkan puasa ketika bepergian?” tanyaku lebih lanjut.  

وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Puasa kalian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 184)  

“Kenapa anda ini tidak mau bicara sebagaimana aku berbicara kepada anda?” Aku mengungkapkan keheranan yang semakin menjadi sejak tadi.

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18).  

“Dari suku mana anda ini?”  

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Isra’: 36)

Ayat ini menunjukkan bahwa asal-usul dia jika dijelaskan, tidak mungkin akan bisa aku ketahui.

Aku lalu menawarkannya bantuan. “Anda saat ini tersesat di jalan yang keliru. Maukah Anda aku bantu untuk sampai ke tanah halal (area di luar tanah haram)?” 

لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ

“Pada hari ini tidak ada cercaan bagi kalian. Mudah-mudahan Allah mengampuni kalian.” (QS Yusuf: 92).  

Itu berarti dia menerima tawaran itu. “Mau tidak, jika engkau aku naikkan ke atas unta aku supaya Anda ini bisa menyusul rombongan Anda?” 

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ

“Apa pun yang kalian lakukan dari kebaikan, pasti diketahui oleh Allah.” (QS Al-Baqarah: 197).  

Kemudian aku tundukkan kepada ontaku. Wanita itu tiba-tiba berkata:  

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya.” (QS An-Nur: 30).  

Kemudian kutahan pandanganku dari memandangnya. Ku katakan kepadanya, “Naiklah!”

Saat ia hendak naik, tiba-tiba onta mendadak bangkit dan kemudian lari. Hal ini menyebabkan bajunya sobek. Ia kemudian mengatakan:  

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (As-Syura: 30).

“Aku mohon Anda bersabar. Aku akan menundukkannya kembali.”  

Wanita menjawab:  

فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ

“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat).” (QS Al-Anbiya: 79).  

Itu tandanya wanita tersebut memahami keadaan. “Kemudian aku tundukkan ontaku. Wanita itu pun menaikinya. Setelah berada di atas onta. Ia membaca:  

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (QS Az-Zukhruf: 13-14)

Ku pegang kendali unta, aku berjalan sembari berteriak. Wanita itu pun kemudian menegur dengan ayat:  

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.” (QS Luqman: 19)

Mungkin maksud dia, tidak boleh keras-keras. Kemudian aku berjalan santai, pelan-pelan sambil mendendangkan sebuah sya’ir. Ia pun membaca ayat lain lagi:  

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ

“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran.” (QS Al-Muzzammil: 20).  

Habis itu, aku katakan kepadanya, “Anda ini telah diberikan kebaikan.” Ia menjawab:  

وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

“Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”  

Saat aku sejenak sudah jalan, aku tanya dia, “Apakah anda punya suami?” Dia menjawab : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu.” (QS Al-Maidah: 101)

Habis mendapat jawaban demikian, aku menjadi diam seribu kata. Aku sama sekali tidak berbincang-bincang lagi dengan dia sampai kemudian kita bertemu dengan rombongannya. Baru setelah itu, saya tanyakan padanya, “Ada siapa kamu yang ada di kafilah itu?”  

Dia menjawab:  

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“Harta dan anak-anak merupakan perhiasan dunia.” (QS Al-Kahfi: 46).  

Atas jawaban itu, aku menjadi tahu kalau di rombongan tersebut terdapat anaknya. Ku tanyakan padanya mengenai tugas apa yang ia emban selama perjalanan haji.  Jawabnya:  

وَعَلَامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ

“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (QS An-Najm: 16).  

Aku menjadi tahu, bahwa anaknya menjadi guide rombongan. Lalu kubawa dia menuju perkemahan. Dia lagi-lagi aku lempari pertanyaan, “Siapa kamu yang ada di situ?”   Jawabnya dengan bertubi-tubi:  

وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

“Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS An-Nisa’: 125)  

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS An-Nisa’: 164)  

يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ

“Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” (QS Maryam: 12) 

Seketika itu, aku panggil ‘Ibrahim, Musa, Yahya!. Tiba-tiba aku kedatangan pemuda yang berbinar laksana rembulan. Mereka menerimaku. Setelah aku duduk bersama mereka, wanita yang aku hantarkan tadi membaca ayat:  

فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ

“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu.” (QS Al-Kahfi: 19)

Memang, kemudian salah satu di antara anak-anaknya itu kemudian keluar dan kemudian pulang dengan membawa makanan dan disajikan kepadaku. Wanita itu menyuruh:  

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

“Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (QS Al-Hâqqah: 24)

“Sekarang, makanan kalian bagi saya merupakan sesuatu yang haram saya makan sampai kalian memberikan informasi tentang ibu ini yang sebenarnya.”  

Di antara mereka ada yang menjelaskan, “Iya, begini. Ini adalah ibu kami. Sejak 40 tahun yang lalu beliau tidak berkenan berbicara kecuali dengan Al-Qur’an. Beliau kawatir jika terpeleset yang bisa menjadikan Allah yang Mahakasih marah kepadanya. Maha Suci Allah yang kuasa terhadap apa saja yang Dia kehendaki.”  

Aku menjawab, “Hal itu merupakan anugerah Allah yang Dia berikan kepada orang yang Dia kehendaki. Allah yang mempunyai anugerah yang Agung.”  

Kisah ini sangat merefleksikan hadits Bukhari yang artinya, “Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” Semoga kita bisa mengambil pelajaran, berkah dan manfaatnya. Aamiin. Wallahu a’lam.

Leave a Reply