Rasulullah Saw bersabda: “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah SWT dalam satu hari sebanyak seratus kali.” (Hadits diriwayatkan oleh Muslim dari Al Aghar Al Muzni).
Sampai saat ini, sadarkah kita?
Berapa banyak dosa yang sudah kita perbuat? Seberapa sering kita bertaubat? Seberapa jauh progres perubahan yang ada dalam dalam diri kita? Menjadi lebih baik kah dari yang sebelumnya, atau masih sama saja?
Lantas, dengan hasil progres seperti itu, pantaskah kita merasa puas?
Subhanallah.
Kita sanggup tertawa lepas, padahal hisab masih dipertanyakan. Kita rela melalaikan perintah-Nya, padahal adzab-Nya tak sanggup kita rasakan. Kita sering tak sadar menghabiskan waktu untuk berandai-andai, padahal kematian ada di pelupuk mata. Kita sadar kita pendosa. Tapi sering kali lupa memohon ampun.
Harusnya, kita tahu diri sebagai manusia. Sudah diberi nikmat, tapi masih saja enggan bertaubat. Itu pun masih banyak maunya. Dasar, kita! Kalau bicara soal taubat, memang gampang. Yang sulit adalah menahan diri untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.
Ada Sebuah puisi dari seorang pendosa, yang mungkin bisa menyadarkan kita. Sebagai berikut:
Ya Rabb,
Aku berdosa.
Sering kali aku melakukan dosa. Bahkan, kata khilaf pun belum bisa mewakili kesalahan yang aku buat.
Bagaimana ini ya Rabb?
Aku takut.
Aku takut, tiba ajalku saat aku melakukan dosa.
Aku takut, akan adzab-Mu yang tak tertahankan.
Aku takut, dosaku penyebab terhalangnya aku dengan-Mu.
Ya Rabb,
Aku melakukan kesalahan ini berulang kali.
Pantaskah aku mendapat pertolongan-Mu?
Tapi, kalau bukan Engkau, kepada siapa lagi aku memohon?
Ya Rabb,
Aku buntu.
Akalku hingar-bingar.
Kemana aku harus melangkah?
Ya Rabb,
Tuhan pemilik alam semesta.
Tuhan jin dan manusia.
Tuhan yang memegang semua kuasa.
Aku memohon,
Dengan segala kerendahan hati,
Aku memohon sebagai hamba.
Aku butuh bantuanmu ya Rabb.
Aku butuh.
Bantu aku ya Rabb, bantu aku.
Jangan biarkan aku terlantar tanpa arah.
Jangan biarkan, ya Rabb.
-Sang pendosa yang hina-
.
Orang-orang Arab terdahulu, sering menciptakan syair-syair yang menggugah. Syair-syair ini berawal dari kaum musyrikin. Kemudian, untuk menyelisihi syair-syair yang mengandung kata maksiat, umat muslim yang piawai dalam mengolah kata pun ikut membalas syair-syair tersebut dengan kalimat-kalimat pujian kepada Allah, atau pun kalimat semacam penghantar taubat.
Tahukah kita? Para sahabat R. Anhum kala itu, sangat sulit dalam menghafal Al-Qur’an. Namun, mereka dikaruniakan kemudahan dalam mengamalkannya. Sedangkan kita di akhir zaman ini, diberikan Allah kemudahan untuk mempelajari dan menghafalkan Al-Qur’an. Tapi sangat disayangkan, kita tidak memudahkan diri kita dalam mengamalkannya.
Ustadz Fairuz, Lc. Mengatakan, “Jangan terlalu banyak minta dan nuntut kepada Allah. Diberikan kesempatan sujud saja merupakan nikmat yang sangat berharga. Belum lagi nikmat mengahafal Al-Qur’an, nikmat mempelajari ilmu, nikmat bergabung dengan orang-orang shalih. Cukup minta agar diistiqomahkan dalam kebaikan dan keberkahan dalam hidup.”
Terkadang, kita suka aneh.
Sudah tau terlambat dan tertinggal, bukannya malah mengejar, eh malah sengaja berputus asa. Padahal, ampunan Allah sangatlah luas. Teruslah bertaubat, karena kita tidak pernah tau, dosa mana yang akan menjerumuskan kita ke dalam neraka-Nya (Na’udzubillah).
Yuk taubat yuk.