Skip to main content

Tanpa kita sadari, atau kasarnya karena jarang kita tadabburi, Al-Quran sering menyinggung masalah kesehatan mental. Begitulah garis besar penjelasan Ustadz Ajo Bendri dalam siaran langsung Mental Health Day di kanal Yt Cinta Quran Tv pada Sabtu, 26 Maret 2022.

Beliau memulai dengan kekosongan hati yang melanda ibunda Nabi Musa as. yang harus menghanyutkan putera mungilnya itu di sungai Nil demi keselamatannya dari kekejaman Firaun. Buka QS. Al-Qashash ayat 7, baca dan hayati. Bayangkan kita ada di posisi ibunda Nabi Musa as. 

Apakah sempat terpikir mau jalan-jalan kemana untuk menghibur hati? Tidak, kan?

Satu yang mengatasi kekosongan hati itu: Allah, yang meneguhkan hatinya dengan keimanan (28:10). Sebagaimana doa yang paling sering Nabi Muhammad ﷺ panjatkan agar hati yang – sesuai asal katanya – bolak-balik ini, mantap di atas agama Allah. 

Contoh nyata kedua datang dari sosok ayah. Nabi Ya’kub as. dilanda kesedihan yang teramat dalam sejak kehilangan puteranya, Nabi Yusuf as. Bertahun-tahun sebelum akhirnya dipertemukan kembali, apakah Nabi Ya’kub mengobati hatinya dengan curhat ke psikiater?

Ya. Psikiater paling paham segala masalah jiwa. Testimoninya diabadikan dalam QS. Yusuf ayat 86. Psikiater itu adalah Allah, yang menciptakan jiwa masing-masing kita, yang tidak membebani di luar kapasitas diri hamba-Nya.

Contoh nyata ketiga terjadi pada sosok manusia yang sangat merindukan kita. Merasa sendiri setelah ditinggalkan dua orang yang paling beliau cintai, paman dan istri yang setia menemani dan melindungi kini tidak di sisi. Tahun itu lalu kita kenal dengan Amul Huzni.

Lalu bagaimana Allah menghibur hati kekasih-Nya? Dengan menurunkan ayat jalan-jalan.

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Al-Isra/17: 1)

Ayat ini, menurut Ustadz Ajo Bendri, secara tersirat mengajarkan kita tips agar tidak larut dalam kesedihan. Bergerak, berjalan, tidak statis. Tapi, yang traveling dengan dalih self-healing jangan ngangguk2 dulu, kita belum kupas tuntas ayatnya.

Coba cermati lagi terjemahannya! Dari mana ke mana Rasulullah ﷺ diperjalankan? Ya, dari masjid ke masjid. Dan ketika mi’raj, beliau menjemput penawar dari segala sedih. Ruang dialog yang terbuka 5 waktu di segala kondisi: sholat.

Masjid sendiri berasal dari kata sajada yang berarti sujud, posisi paling dekat antara Allah dan hamba-Nya. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa setiap jengkal bumi ini adalah tempat sujud. Artinya, selagi di bumi ini, kita berada di masjid. Bukankah sesuai dengan tujuan kita diciptakan? (51:56)

Namun sayangnya, apakah di setiap tempat yang kita kunjungi dapat dijumpai orang-orang yang mengingat Allah? Sedangkan untuk memperbaiki keadaan spiritualitas, lingkungan yang mendukung sangat diperlukan. Maka itulah fungsi masjid hadir dalam bentuk fisik, selain menyiarkan kehadiran Islam di suatu wilayah.

Dua contoh nyata di awal menekankan bahwa hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang (13:28). Maka ketika sedih, takut, gundah, dan segala rasa yang membuat hati kita berguncang dan hampa, pergilah menuju tempat di mana orang-orang mengingat-Nya. Masjid.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda,

أَحَبُّ الْبِلاَدِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلاَدِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا

Tempat yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid dan tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar.” (HR. Muslim, no. 671)

Bagaimana dengan mall, kafe? Apakah dibenci? Apakah tidak boleh dikunjungi?

Bukan gitu konsepnya, Sob! 

Jadi gini, menurut syarah, Allah membenci pasar dan sejenisnya karena perbuatan-perbuatan di sana kebanyakan melalaikan manusia dari mengingat Allah. Selain itu, healingnya fana, begitu pulang masalah bertambah padahal yang lama belum kelar. Buktinya, banyak orang kaya bunuh diri, kan?

Baiknya mengikuti yang sudah dicontohkan Nabi dan diamalkan oleh para sahabat. Dikisahkan Sayyidah Fatimah dan Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah bertengkar. Ketika Nabi menanyakan keberadaan Ali, Fatimah menjawab bahwa mereka sedang ada masalah. Nabi meminta para sahabat untuk mencarinya. Tidak butuh waktu lama, para sahabat sudah menduga, Ali sedang berada di masjid.

Al-Imam al-Sya’bi, ulama salaf dari generasi tabi’in, berkata:

كَانُوا إِذَا فَرَغُوا مِنْ شَيْءٍ أَتَوُا الْمَسَاجِدَ

“Mereka (para sahabat) apabila ketakutan tentang sesuatu, maka mereka mendatangi masjid.”

Namun fakta lapangan yang kita dapati, masjid-masjid begitu sepi. Bukan karena masyarakat tidak punya masalah, melainkan lupa bahwa Allah sebaik-baik pemberi solusi. Dalam hal ini, ada sebuah masjid dan masyarakat sekitarnya yang bisa kita jadikan refleksi. Masjid Gauhar Shad di Iran. Berikut gambaran suasananya:

Di setiap tempat kita akan menemukan berbagai macam manusia dengan latar belakang keluarga dan usia yang beragam sedang beribadah sambil menangis, berdialog dengan Tuhan, berdzikir sambil memutar tasbih, sibuk dengan urusan dan kesulitannya masing-masing, semua mereka lakukan dengan kesadaran, seolah-olah tuan rumah hidup dan hadir di antara mereka. Penyaluran yang tepat di dalam masjid atau tempat-tempat yang memiliki energi positif sebagai wadah self-healing mengenali diri, tujuan, dan ujian kehidupan.

Larut dalam kesedihan membuat kita pesimis, putus asa, dan hilang arah. Padahal tujuan dari segala ujian yang menimpa adalah agar kita kembali kepada Allah, kembali kepada Al-Quran. Dan salah satu cara istikomah menjalankan petunjuk Al-Quran adalah dengan memakmurkan masjid.

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّـهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّـهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَـٰئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah/9: 18)

Ramadhan ini menjadi ajang untuk kita membentuk kebiasaan rutin ke masjid. Bukan hanya ketika gundah, namun di setiap kondisi. Hati yang rentan ini harus dirawat, bukan dibiarkan sakit lalu pergi jalan-jalan dengan alasan mengobati. Kalo sembuh sih alhamdulillah. Tapi kalo tambah parah?

 

Sumber: 

  1. https://muslim.or.id/26272-janganlah-bersedih.html
  2. https://www.ipiiran.org/masjid-dan-self-healing-masyarakat-iran/
  3. https://rumaysho.com/29837-masjid-adalah-tempat-yang-paling-dicintai-di-muka-bumi.html

Leave a Reply