Surah Al-Kautsar bukan satu-satunya surah di dalam Al-Qur’an yang hanya terdiri dari 3 ayat. Namun surah ke-108 dalam Al-Qur’an ini merupakan surah paling singkat. Sering diangkat sebagai salah satu dalil perintah berkurban, surah ini, sesuai namanya, mengandung banyak nikmat dan pelajaran yang tersimpan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun tersenyum ketika surah ini diturunkan.
Hari raya Idul Adha tidak terasa sudah di depan mata. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, yang mana amal shalih yang dilakukan selama sepuluh hari tersebut paling dicintai oleh Allah, sebentar lagi menemui puncaknya. Besok, 9 Arafah, umat muslim berbondong-bondong berharap Allah menghapus dosa mereka setahun lalu dan setahun mendatang dengan berpuasa. Lusa, setelah melaksanakan shalat Id dan kembali merenungi materi khutbah yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, penyembelihan hewan kurban pun akan dilaksanakan.
Salah satu perintah berkurban terdapat dalam QS. Al-Kautsar ayat 2, mengambil pendapat paling kuat dan masyhur di antara banyak mufasir mengenai kata wanhar dalam ayat tersebut. Kata tersebut merupakan fi’il amr yang berasal dari kata nahr. Perlu diketahui bahwa bahasa Arab adalah bahasa dengan kosakata paling kaya. Untuk penyembelihan sendiri, ada kata dzabhu dan ‘aqar. Namun kata-kata ini bukan sinonim biasa, melainkan ada perbedaan makna sehingga penempatannya pun harus disesuaikan.
Singkatnya, dzabhu adalah penyembelihan yang paling sering disaksikan yaitu dengan memutus urat nadi dan jalan pernafasan pada leher hewan. Sedangkan ‘aqar adalah penyembelihan yang lebih terkesan kejam karena dilakukan dengan cara menebas. Adapun penggunaan kata nahr dikhususkan untuk penyembelihan unta yang dilakukan dengan cara menusuk leher bagian bawah dekat dada ketika unta dalam posisi berdiri.
Mengapa perintah berkurban dalam QS. Al-Kautsar menggunakan kata nahr? Untuk menjawabnya, mari mundur ke belakang.
Sebelum ayat ini diturunkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kehilangan sosok yang beliau sayangi, putranya yang masih bayi. Ini bukan kali pertama beliau merasakan sedih dari kehilangan. Ayahnya meninggal ketika beliau masih dalam kandungan. Ketika berusia sekitar 6 tahun, ibunya meninggal dalam perjalanan. Lalu sang kakek, paman, dan istri yang senantiasa menemani dari awal, melewati suka dan duka, akhirnya menyusul wafat.
Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wasallam kehilangan orang-orang tersayang di keadaan tersulit.
Lalu Rasulullah dikaruniai 3 putra. Namun ketiganya meninggal ketika masih dalam buaian. Di tengah kesedihan yang mengiris hatinya, Abu Lahab dan pembenci lainnya tertawa riang seolah mengabarkan kelahiran seorang putra.
“Batara Muhammad,” teriak mereka yang berarti Muhammad telah terputus. Tidak ada putra yang akan mewarisi namanya maka namanya tidak akan disebut setelah beliau tiada. Namun lihat bagaimana Allah membantah mereka sekaligus menghibur kekasih-Nya.
Dalam hadits shahih Muslim, dari Anas, ia berkata, “Suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kami dan saat itu beliau dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Lantas beliau mengangkat kepala dan tersenyum. Kami pun bertanya, ‘Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?’ ‘Baru saja turun kepadaku suatu surat.’ Lalu beliau membaca,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ . إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 1-3). Kemudian beliau berkata, ‘Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?’
‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui’, jawab kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِى. فَيَقُولُ مَا تَدْرِى مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ
“Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebagian hamba yang tidak bisa minum dari telaga tersebut. Allah berfirman: Tidakkah engkau tahu bahwa mereka telah berbuat bid’ah sesudahmu.” (HR. Muslim no. 400).
Tidak biasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum ketika menerima wahyu. Tidak hanya tersenyum, beliau pun terlebih dahulu bertanya kepada para sahabat mengenai makna surah tersebut yang tidak lain menunjukkan betapa dahsyatnya surah ini bagi beliau dan beliau ingin para sahabat dan seluruh umatnya memberikan perhatian pada surah ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tengah merasa sedih dihibur oleh Allah. Bukan dengan ayat tentang sabar atau keutamaan sabar, melainkan mengingatkan beliau untuk bersyukur. Jangan fokus menghitung nikmat yang hilang, tapi bersyukurlah atas nikmat tak terhitung yang sudah, masih, dan akan diberikan. Begitulah pelajaran dari ayat pertama ini.
Bukan nikmat untuk beliau sendiri, melainkan untuk umat yang sangat beliau cintai dan rindukan. Itulah yang membuat kesedihan beliau sirna dan seketika berubah menjadi senyuman. Di antara yang termasuk dari makna Al-Kautsar menurut para ulama ialah Al-Qur’an dan jumlah umat yang terus bertambah.
Setelah menyebutkan nikmat yang berlimpah ruah pada ayat pertama, Allah mengajarkan cara mensyukurinya pada ayat kedua. Bagaimana mensyukuri nikmat yang begitu banyak dan berlimpah tersebut? Setelah mengakui dalam hati, mengucap hamdalah dengan lisan, ada dua ibadah terbaik yang Allah sebutkan yaitu shalat dan berkurban sebagai wujud syukur dalam perbuatan.
Shalat adalah tiang agama, amalan pertama yang akan dihisab. Setelah memperkuat hablumminallah dengan shalat, rasa syukur kemudian disempurnakan dengan memperkuat hablumminannas melalui ibadah kurban. Perintah kurban dalam surah ini menggunakan kata nahr yang dikhususkan untuk unta yang merupakan hewan kurban paling utama dari segi harga dan manfaatnya.
Selain menghibur hati sang kekasih, Allah lalu membantah perkataan para pembenci pada ayat ketiga. Sejatinya merekalah yang terputus dari kebaikan. Semasa hidup mereka ditimpa kehinaan dan kerugian. Setelah mati, nama mereka disebut bukan untuk disanjung melainkan dilaknat.
Betapa panjang pembahasan dari surat paling pendek ini. Banyak yang membacanya supaya shalat cepat selesai, sementara ulama mentadabburinya tanpa usai. Tiga ayat ini hanya terdiri dari 10 kata. Masing-masing ayatnya terdiri dari 10 huruf yang berbeda. Dari huruf-huruf tersebut, ada 10 yang hanya disebutkan satu kali. Setiap ayat diakhiri huruf ra yang merupakan huruf ke-10 hijaiyah dan huruf alif dalam surah ini berjumlah 10 juga. Maha Besar Allah yang telah memberi nikmat berlimpah dalam surat tersingkat.
Yang tertulis di atas hanyalah setetes dari tafsir, hikmah, dan refleksi QS. Al-Kautsar yang sedalam lautan. Para ulama terus membedah dan mereka tidak menemukan kata sudah.***