Maskanulhuffadz.com-“Tiap kali kuhadapi masalah-masalah besar, yang kupanggil adalah anak muda.” (Umar bin Khattab ra).
Pemuda merupakan aset bangsa yang akan mengubah dunia dengan gelora api perjuangannya. Tepat 28 Oktober 1928, gelora semangat hadir dalam jiwa-jiwa pemuda Indonesia.
Sumpah pemuda bukti semangat perjuangan yang ditorehkan pemuda Indonesia sebagai bentuk jawaban dari kegelisahan hati tentang perbedaan yang selalu menjadi noda antar setiap manusia.
Selain dalam sejarah bangsa ini, pemuda juga sangat berperan penting dalam sejarah peradaban Islam. Salah satu pemuda itu ialah Muhammad Al-Fatih. Tidak asing, kan?
Ialah pemuda legendaris abad pertengahan. Seorang ksatria berjubah besi yang berhasil merobohkan benteng-benteng kedzaliman. Memimpin 4 juta prajurit, ia berhasil menaklukkan Kekaisaran Byzantium di usia 21 tahun.
Menyusuri hikmah dari risalah Muhammad Al Fatih menjadi sebuah pelajaran berharga bagi pemuda Indonesia. Setidaknya ada 2 poin yang bisa para pemuda ambil sebagai oleh-oleh dalam momentum sumpah pemuda.
- Semangat berjuang membuat perubahan
Pemuda tidak takut dengan goncangan, dan berani membuat perubahan. Pada Reformasi ini pemuda Indonesia tidak dihadapkan dengan peperangan gencatan senjata dari para penjajah, tetapi dengan perang pemikiran, sebuah tantangan yang jauh lebih berat dan menyakitkan dari luka senapan api, dan ledakan bom atom.
Kezaliman yang dibungkus indah, perbudakan yang setel dengan rapi, sehingga semua tak tampak mata. Jadi, pemuda zaman sekarang harus jeli dengan keadaan dan harus punya jiwa pemberontak yang tinggi, sehingga kezaliman pemecah persatuan bisa diatasi.
Belajar dari Muhammad Al Fatih yang berani mengubah Romawi menjadi pusat peradaban dan kejayaan Islam.
- Bercita-cita tinggi
Pemuda mesti memiliki cita-cita tinggi, tidak lemah dengan harapan. Muhammad Al Fatih memiliki cita-cita yang besar, berlandaskan keimanan dan semangat yang kuat ia ingin membuktikan kelayakannya dari perkataan Rasulullah bahwa Romawi akan ditaklukkan oleh sebaik-baik pemimpin dan tentaranya. Sebagai seorang muslim, ia ingin bersama tentaranya menjadi orang yang dipuji Nabi itu.
Dari secuil hikmah tersebut penulis teringat satu pesan dari Wahyu Dwi Wibowo, aktivis mahasiswa dan pemuda, “Bukan tampangmu yang membuatmu dikenang. Bukan ucapanmu yang membuatmu bijak. Tapi pergerakanmulah yang membuatmu bermakna.”