Skip to main content

maskanulhuffadz.com – Video seorang qariah disawer oleh panitia dan penonton ketika sedang melantunkan ayat suci Al-Qur’an di atas panggung tengah jadi sorotan. Diketahui qariah tersebut ialah Ustadzah Nadia Hawasyi (22).

Viralnya video tersebut membuat warganet ramai mengunjungi Instagram pribadi Ustadzah Nadia. Tidak sedikit yang mencemooh beliau karena diam saja ketika disawer. Qariah berprestasi asal Banten itu pun memberikan klarifikasi bahwa dirinya tidak terima diperlakukan seperti itu.

Adapun alasan beliau tidak menghentikan bacaannya adalah karena itu termasuk adab dalam membaca Al-Qur’an. Begitu selesai, beliau langsung menegur panitia acara tersebut.

Dilansir dari kanal YouTube Kumparan, menurut Ustadzah Nadia, fenomena ini terjadi karena masyarakat masih awam terhadap adab mendengarkan Al-Qur’an. Masyarakat tidak menyadari bahwa menyawer qariah sebagaimana menyawer biduan adalah kekeliruan.

“Ini cara yang salah dan tak menghormati majelis. Perbuatan haram dan melanggar nilai-nilai kesopanan,” kata KH. Cholil Nafis, dalam cuitan di akun Twitter pribadinya.

Maka viralnya video tersebut hendaknya disikapi dengan memberikan edukasi kepada masyarakat. Bagaimana adab ketika Al-Qur’an dibacakan? Bagaimana cara yang benar jika ingin memuliakan atau mengapresiasi qari/ah?

Allah berfirman:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan apabila dibacakan Al-Quran maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf [7]: 204)

Di dalam Kitab At-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Quran, Imam Nawawi berkata, “Di antara penghormatan terhadap Al-Quran, yaitu menghindari tertawa, bersorak-sorai, dan berbincang-bincang ketika Al-Quran dibaca, kecuali perkataan yang sangat mendesak. Adab ini ia dasarkan pada riwayat Ibnu Abi Daud, dari Ibnu Umar ra. bahwa jika membaca Al-Quran ia tidak berbicara hingga menyelesaikannya.”

Sebagaimana serombongan jin yang dikisahkan dalam Al-Qur’an:

وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 29)

Untuk dapat kembali menyampaikan, pendengar tidak hanya dituntut diam melainkan juga fokus. Bukan hanya terbawa dengan keindahan suara yang dimiliki pembaca melainkan juga menghayati makna dari ayat yang dibaca. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari disebutkan, bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud menceritakan sebagai berikut: Rasulullah berkata kepadaku, “Hai Ibnu Mas’ud, bacakanlah Al-Quran untukku!” Lalu aku menjawab, “Apakah aku ini membacakan Al-Quran untukmu, ya Rasulullah, padahal Al-Quran itu diturunkan Tuhan kepadamu?” Rasulullah menjawab, “Aku senang mendengarkan bacaan Al-Quran itu dari orang lain.”

Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan beberapa ayat dari surat An-Nisa. Maka tatkala bacaan Ibnu Mas’ud itu sampai kepada ayat 41 yang berbunyi:

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا

“Maka bagaimanakah (kondisi orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul dan nabi) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu).”

Ayat itu sangat mengharukan hati Rasulullah, lalu beliau berkata, “Cukup sekian saja, ya Ibnu Mas’ud!” Ibnu Mas’ud melihat Rasulullah meneteskan air matanya serta menundukkan kepalanya.

Namun nyatanya masyarakat kita masih jauh untuk menghayati makna ayat yang dibacakan. Selain hanya fokus dengan suara, masyarakat kita hanya membaca tanpa pemahaman. Bahkan, riset Dewan Masjid Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan 65% muslim di Indonesia buta huruf Al-Quran. Artinya, 145 juta dari 223 juta penduduk muslim Indonesia buta huruf Al-Quran.

Mirisnya, tidak hanya buta huruf, masyarakat kita juga buta adab. Mengapresiasi keindahan suara qari atau qariah dengan memberikan sejumlah uang sebenarnya tidak salah jika dilakukan pada waktu (setelah acara) dan cara (sopan) yang tepat.

Sebagaimana penuturan Ustadzah Nadia, memuliakan qari atau qariah sebenarnya bukan dengan uang melainkan dengan khusyuk mendengarkan. Selain membuat pembaca fokus, para pendengar pun mendapatkan rahmat dan acara berlangsung khidmat.***

Leave a Reply