maskanulhuffadz.com – Kebahagian yang sejati adalah saat Allah menitipkan sakinah didalam hati kita, sakinah berasal dari bahasa arab artinya ketenangan.
Ketenangan merupakan hadiah terbesar yang hadir dalam jiwa manusia, hanya manusia-manusia pilihan yang mudah mendapatkannya, karena ketenangan itu hadirnya dari Allah.
Terlebih dengan urusan dunia yang selalu menyibukkan kita, sehingga terkadang kepanikan, kelelahan dan kebosanan membuat hati dan jiwa kita selalu memberontak.
Adapun saat kegelisahan itu datang yang kita harapkan adalah segelintir keheningan dan kedamaian.
Lalu, bagaimana cara agar ketenangan itu hadir dalam sela-sela kesibukkan ?
Dalam buku Mohammad Fauzil Adhim berjudul “Mencari Ketenangan Ditengah Kesibukan” banyak poin yang dijelaskannya, namun ada beberapa yang sering kita luput untuk mengingatnya.
“Perubahan yang besar selalu berangkat dari jiwa, bukan harta dan kekuasaan, jika jiwa kita berubah maka akan berubah cara kita memaknai apa-apa yang ada disekitar kita, kemudian akan berdampak pada perubahan sikap, penerimaan dan perilaku kita,” Salah satu quotes yang tertulis dalam buku ini.
Berikut poin-poin penting untuk menemukan ketenangan dalam jiwa yang tengah dihadang kesibukan:
Lupa, ada butiran mutiara yang terbuang oleh kita, mutiara yang jatuh dari bola mata yang selalu mendoakan dan mencintai kita dengan tulus.
Mata seorang ibu yang selalu kita pancing untuk meneteskan air mata kesedihan, bisa jadi kegalauan hati bersebab dosa pada ibu yang belum kita tuntaskan.
Kedua, lidah yang kering dari zikir, kita kerap kali tenggelam dalam keasyikan diri sendiri, mencari kebahagian dari luar diri, sibuk mengejar popularitas, lelah mengejar pujian, berharap semua yang didapat akan memberi kebahagian. Namun, lupa ketenangan itu berasal dari hati.
Bukankah Allah mengingatkan, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan bagimu,” maka apakah yang meresahkanmu, jika ia senantiasa bersamamu?
Allah memanggil kita berzikir mengingatnya, sungguh saat hati kita terpaut mengingatnya tidak ada risau oleh dunia yang sesak, tidak merasa berat oleh masalah-masalah yang menghadang setiap saat.
Menenangkan hati, menghidupkan jiwa, melapangkan dan menjernihkan pikiran. Hidup akan menjadi ringan terhadap dunia karena hati selalu mengingatnya.
Ketiga, idealis yang terjual, sesungguhnya ketenangan itu karena kita berjalan di atas kebaikan dan kebenaran, kita mungkin bisa memoles kejahatan dengan kebenaran demi meraih pengakuan, namun kita tidak bisa memungkiri keresahan hati nurani kita.
Mungkin, demikianlah yang selama ini kita lakukan sehingga kita sering kali berlawanan antara sikap dan hati. Akhirnya kita sendiri yang merasa gelisah dengan pilihan kita.
“Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya akan jiwa.” (Muttafaqun alaih).
Poin keempat, dahaga yang tak kunjung sirna, manusia memang tidak akan pernah merasa puas, kecuali mereka yang memperoleh hidayah dari Allah.
“Anak Adam telah pikun dan masih menginginkan dua hal, menginginkan harta dan umur” (HR.Muslim).
Mereka lupa kunci kesuksesan itu bekalnya adalah sabar, penyuburnya syukur, dijaga dengan ikhlas dan akan hancur karena takabur.
Maka, bagi orang-orang yang lupa dengan itu, syahwat mengejar harta adalah dahaga yang tak akan pernah kunjung sirna.
Inilah beberapa poin yang membuat hati resah dengan dunia, sehingga kata bahagia itu sulit ditemukan, jangan biarkan kesibukan kita hanya membuat kita lelah, resah, dan menghilangkan semangat, tetapi tidak memberikan keberkahan dalam hidup kita.
Namun, yang paling urgen dalam menemukan kebahagian itu adalah menjaga niat bekerja hanya karena Allah. (28/2)