Skip to main content

maskanulhuffadz.com – “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut/29: 2-3)

Jika diperhatikan baik-baik, ayat di atas senada dengan ayat perintah puasa yang dibacakan di setiap majelis, disiarkan di berbagai media, dilantunkan di atas mimbar, digaungkan toa masjid dan musalla, dan terngiang di setiap daun telinga manusia. Namun pertanyaannya, apakah makna ayat tersebut telah menggetarkan hati dan tercermin dalam setiap lisan dan perbuatan?

Dalam QS. Al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” Jika dikaitkan dengan QS. Al-Ankabut ayat 2-3, maka perintah puasa ini adalah ujian bagi orang-orang yang mengatakan ‘kami telah beriman’. Dan orang-orang sebelum mereka juga telah diuji dengan perintah puasa. Hasilnya, Allah mengetahui orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta. 

Orang yang benar keimanannya akan berpuasa dan meraih ketakwaan, sedangkan orang yang berdusta hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Orang yang benar keimanannya akan meraih kemenangan di bulan Ramadhan, sedangkan orang yang berdusta akan gagal. Hal ini disebabkan mereka tidak mengenal musuh yang mereka hadapi, bahkan tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang berperang.

Ramadhan adalah ujian keimanan sekaligus peperangan melawan musuh yang sangat kuat. Siapakah musuh tersebut? Seberapa kuatkah dia? Bagaimana mengalahkannya? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ketahuilah bahwa Ramadhan adalah bulan kemenangan. Setidaknya ada 5 peristiwa bersejarah yang dapat menjadi motivasi untuk mengalahkan musuh tersebut dengan pertolongan dan rahmat Allah di bulan suci Ramadhan ini.

Pertama, Perang Badr. Terjadi pada tahun kedua hijrah, tepatnya pada tanggal 17 Ramadhan.  Perintah puasa sudah diturunkan pada tahun itu, sebagian pasukan menjalankan puasa, sebagian lagi tidak karena memang diperbolehkan untuk kemudian diganti di hari lain. Rasulullah ﷺ memimpin sebanyak 313 pasukannya melawan 1000 pasukan kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal.

Bukan hanya dari segi jumlah, pasukan muslim juga kalah dari persenjataan. Kaum kafir Quraisy membekali pasukan dengan 300 kuda, 700 unta, dan 600 senjata lengkap. Sedangkan kaum muslim hanya memiliki 2 kuda, 70 unta, 8 pedang, dan 6 baju besi. Namun ada satu yang dimiliki pasukan muslim, yang tidak dimiliki kaum kafir: pertolongan Allah.

Sebelum peperangan dimulai, Rasulullah ﷺ berdoa: Ya Allah Azza wa Jalla , penuhilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla , jika Engkau membinasakan pasukan Islam ini, maka tidak ada yang akan beribadah kepada-Mu di muka bumi ini. (HR. Muslim 3/1384 hadits No 1763).

Orang kafir Quraisy lupa bahwa mereka sedang berada di bulan Ramadhan. Bulan ketika doa-doa diijabah. Doa adalah sebaik-baik senjata orang mukmin. Dengan pertolongan Allah, tidak ada yang mustahil.

“Sesungguhnya Allah telah menolongmu dalam peperangan Badar. Padahal, kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allah agar kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin ‘Apakah tidak cukup bagimu Allah membantumu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?. Ya (cukup). Jika kamu bersabar dan siap siaga, lalu mereka datang menyerangmu dengan seketika, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa”. (QS. Ali Imran: 123-126)

Kedua, Fathu Makkah. Pada tahun 6 H, Rasulullah ﷺ menyepakati Perjanjian Hudaibiyah yang membuat sebagian besar rombongan umroh saat itu kecewa. Di perjalanan pulang, Allah menghibur mereka dengan menurunkan ayat, “Sesungguhnya kami memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (QS. Al Fath/48: 1)

Kemenangan itu terbukti 2 tahun kemudian. Salah satu isi Perjanjian Hudaibiyah telah dilanggar  Bani Bakr dengan diam-diam menyerang suku Khuza’ah. Sehingga, atas sepengetahuan kedua belah pihak, Rasulullah ﷺ kemudian membatalkan perjanjian tersebut. 

Ramadhan pada tahun ke-8 H, dengan jumlah ribuan, umat muslim berbondong-bondong menuju Mekkah dengan damai. Merobohkan patung-patung di sekitar Ka’bah tanpa setetes pun darah tertumpah. Padahal kaum kafir Quraisy yang pada saat itu lemah dapat dengan mudah dibantai habis. Namun Rasulullah ﷺ yang diutus sebagai rahmat mengatakan: “Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!”

Ketiga, Penaklukan Andalusia. Bukan untuk menjajah atau menindas rakyat dari wilayah yang hendak dikuasai, penaklukan ini bertujuan untuk menyelamatkan manusia dari kedzaliman. Itulah yang dirasakan rakyat Andalus di bawah kekuasaan Roderick Visigoth.

Dengan restu Khalifah Al-Walid, Gubernur Afrika Utara, Musa bin Nushair menunjuk Tariq bin Ziyad sebagai panglima untuk memimpin 7000 pasukan dan 5000 pasukan susulan. Peristiwa ini terjadi pada 28 Ramadhan 92 H, 19 Juli 711 M. Dalam waktu 8 hari, mereka berhasil mengalahkan pasukan Visigoth yang berjumlah 33000. Selama 8 abad di bawah kekuasaan muslim, Andalusia menjadi mercusuar peradaban di Eropa.

Keempat, Kekaisaran Mongol yang terkenal bengis dikalahkan pasukan Dinasti Mamluk yang didirikan budak. Setelah menghanguskan Baghdad tanpa sisa, Hulagu Khan mengirimkan surat ancaman kepada Dinasti Mamluk yang menguasai Mesir. Sultan Muzhaffar Saifuddin Qutuz menerimanya tanpa gemetar dan membacanya tanpa desir kecemasan. Beliau memilih berperang, mempertahankan tanah dan kekuasaan demi agama.

Pasukan Mongol di bawah komando Kitbuqa Noyan terlalu meremehkan kekuatan muslim. Mereka tertipu taktik hit and run yang digunakan oleh Sultan Qutuz. Jum’at, 25 Ramadhan 658 H, lembah Ain Jalut menjadi saksi kekalahan pertama bangsa Mongol. 

Kelima, atas berkat rahmat Allah, Indonesia merdeka. Di samping peristiwa Rengasdengklok yang sudah tidak asing lagi, ternyata Bung Karno menuturkan bahwa sejak dari Saigon, sudah merencanakan proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Dilansir dari Kompas.com, hal ini dikarenakan 17 diyakini sebagai angka keramat. Al-Qur’an diturunkan pada 17 Ramadan, shalat seharinya terdiri dari 17 rakaat, dan diplihnya hari yang mulia, Jumat. (Api Sejarah 2)

Pada saat itu bertepatan dengan malam 9 Ramadhan, dalam buku Menuju Gerbang Kemerdekaan, Bung Hatta bercerita, “Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang, aku masih dapat makan sahur di rumah Admiral Maeda. Karena tidak ada nasi, yang kumakan ialah roti, telur, dan ikan sarden, tetapi cukup mengenyangkan.” (Kompas.com)

Lima kemenangan ini menunjukkan dekatnya pertolongan Allah di bulan Ramadhan bagi mereka yang berjuang untuk membuktikan keimanannya dengan berjihad, bersungguh-sungguh. Pertolongan yang sama juga diberikan untuk mereka yang bersungguh-sungguh memenangkan peperangan mahadahsyat yang sedang berlangsung di bulan Ramadhan ini. Peperangan melawan hawa nafsu.

Ramadhan menunjukkan bahwa manusia bermaksiat bukan semata-mata karena godaan setan, melainkan ada hawa nafsu yang dituruti. Terbukti ketika setan dibelenggu di bulan suci, kemaksiatan tidak berhenti mengotori bumi ini. Allah menyinggung orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya dalam Al-Quran.

“Apakah kau pernah melihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai ilâh (tuhan). Allah membiarkannya tersesat dalam kesadarannya. Allah telah mengunci pendengaran dan qolbunya, serta menutup pandangannya. Maka siapakah yang mampu menuntunnya ketika Allah sudah menyesatkannya. Tidakkah kalian ingat?” (QS. Al-Jatsiyah/45: 23)

Maka wajar Rasulullah ﷺ bersabda, 

أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ يُجَاهَدَ الرَّجُلُ نَفْسَهَ وَ هَوَاهُ 

Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad [berjuang] melawan dirinya dan hawa nafsunya.” (Diriwayatkan Ibn An-Najjar dari abu Dzarr ra.)

Berkata Syaikh ‘Abdur-Razaq bin Abdul-Muhsin Al-Badr, ”Jika kaum Muslimin melalaikan jihad melawan diri sendiri, mereka tidak akan mampu jihad melawan musuh-musuh mereka, sehingga dengan sebab itu terjadi kemenangan musuh terhadap mereka.” Artinya, 5 kemenangan yang disebutkan sebelumnya tidak dapat diraih sebelum memenangkan jihad yang satu ini.

Buktinya dalam lima kemenangan tersebut, tidak ada hawa nafsu yang diperturutkan. Islam senantiasa mendahulukan diplomasi dan menjadikan perang sebagai jalan terakhir. Begitupun setelah meraih kemenangan, tidak ada pemaksaan, penindasan, atau perbudakan, melainkan kebebasan, keamanan, dan perdamaian. Para sahabat mampu mengendalikan hawa nafsu karena mengetahui kelemahannya. 

Dalam Futuhat Al-Makkiyah karya Muhyiddin ibn Arabi, diceritakan bahwa ketika pertama kali menciptakan nafsu, Allah bertanya, “Siapa Aku?” Nafsu membangkang dan malah balik bertanya, “Siapa pula aku ini”. Allah murka, kemudian memasukkan nafsu dalam lautan lapar sampai seribu tahun. Kemudian dientas dan ditanya lagi, “Siapa Aku?”. Setelah dihajar dengan lapar barulah nafsu mengakui siapa dirinya dan Tuhannya. “Engkau adalah Tuhanku Yang Maha Agung, dan aku hamba-Mu yang lemah”. Sejalan dengan itu, Abu Sulaiman Ad-Daroni juga berkata, “Kunci dunia adalah kenyang dan kunci akhirat adalah lapar.” (Sumber: Almanhaj)

Maka Ramadhan ini tidak lain adalah pertolongan Allah untuk orang-orang yang beriman meraih derajat takwa, puncak kemenangan. Dengan tidak mengikuti hawa nafsu, setiap mukmin mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Manfaatkan Ramadhan ini sebagai kursus untuk menempa diri lebih kuat melawan hawa nafsu. Dengan begitu, keimanan terbukti, kemenangan diraih. 

 

Leave a Reply