MASKANULHUFFADZ.COM – Kurban merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan dalam Bulan Dzulhijjah, ibadah ini bertujuan sebagai bentuk taqarrub seorang hamba kepada Allah. Ibadah kurban dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah, dimulai dari setelah umat islam menyelenggarakan shalat Idul Adha.
Secara umum pada prosesi kurban ini para shahibul qurban (orang yang berkurban) akan menggunakan jasa jagal (penyembelih). Penggunaan jasa jagal ini tentunya akan mengeluarkan upah dari shahibul qurban, biasanya yang kerap terjadi di lapangan biaya yang dikeluarkan shahibul qurban berasal dari daging kurban tersebut. Kasus seperti ini tentunya butuh penjelasan, apakah boleh upah jagal dibayar dari daging kurban.
Berikut hukum fikih menjelaskan:
Kajian Kurban dalam Islam
Dalam karya tulis Mulyana Abdullah berjudul Wujud Kedekatan Hamba dengan Tuhan, menjelaskan kurban berasal dari bahasa Arab, “Qurban” artinya dekat, dalam ajaran islam disebut dengan istilah Al-Udhhiyyah dan Adh-Dhahiyyah berarti binatang sembelihan.
Hukum pelaksanaan ibadah kurban menurut Imam Maliki, Syafi’i dan Hanbali adalah sunnah yang diharapkan, karena dalam ibadah kurban ini sebagai bentuk syiar agama yang memupuk makna kasih sayang dan kepedulian antar sesama. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah hukum kurban wajib bagi yang mampu satu kali setahun.
Pandangan Islam Seputar Upah
Dalam kegiatan bermuamalah manusia tidak terlepas dari ijarah. Berdasarkan penjelasan dari karya tulis Gusti Ayu Jamilatul Aqra tentang Tinjauan Hukum Islam Pemberian Upah Berupa Daging Pada Tukang Jagal, dijelaskan secara bahasa ijarah artinya upah, ganti atau imbalan. Secara umum ijarah diartikan sebagai upah atau pemanfaatan suatu benda atau imbalan terhadap suatu kegiatan.
Empat Perbedaan Ulama Fiqih dalam Mengartikan Ijarah
Pertama menurut ulama Hanafiyah menjelaskan ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.
Kedua ulama Malikiyah berpendapat ijarah artinya Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
Ketiga ulama Syafiiyah mengartikan ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, mengandung maksud tertentu, bersifat mubah, dan boleh dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan (upah) tertentu.
Keempat ulama Hanbali berpendapat ijarah merupakan suatau akad atas manfaat yang diperbolehkan dalam jangka waktu tertentu, dengan kompensasi.
Berdasarkan dari penjelasan di atas maka disimpulkan ijarah (upah) adalah suatu imbalan baik yang bersifat uang atau barang atas manfaat yang telah diberikan oleh pekerja.
Dasar hukumnya dijelaskan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 233:
Artinya: “…dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut…”
Hukum Upah Jagal dari Daging Kurban
Pelaksanaan ibadah kurban tidak terlepas dari tujuan untuk memberikan manfaat kepada banyak orang, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Al-Hajj ayat 28.
Artinya: “supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka, dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka, berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”
Para ulama bersepakat seluruh bagian tubuh dari hewan kurban harus dibagikan untuk dikonsumsi, dan tidak ada sedikitpun yang dijadikan sebagai upah atau dijual. Dalam karya Nidatul Wahidah berjudul Pemberian Upah Jagal dengan Kulit Hewan Kurban Perspektif Hukum Islam, jumhur ulama menjelaskan pembagian daging kurban sebagai berikut:
1. Sepertiga daging dikonsumsi oleh orang yang berkurban.
2. Sepertiga untuk kerabat, tetangga dan teman dekat walaupun kaya.
3. Sepertiga kepada fakir miskin.
Adapun realita yang terjadi di lapangan, hewan kurban sering kali dijadikan upah bagi penjagal, ini sangat bertentangan dengan hadis Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
“Rasulullah saw, memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban, serta menyedekahkan daging, kulit dan kelasa (punuk)nya, dan kiranya aku tidak boleh memberikan sesuatu apapun dari hasil kurban kepada tukang penyembelihnya. Beliau bersabda: Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri,” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadis tersebut maka tidak boleh memberikan sedikitpun hasil daging kurban kepada penyembelih hewan kurban sebagai upah. Ketidakbolehan ini disebabkan karena pemberian daging kurban karena telah menolong menyembelihnya.
Adapun untuk biaya penyembelihannya harus ditanggung oleh orang yang berkurban, pemilik kurban harus menyediakan upah khusus untuk penjagal, sedangkan apabila pemilik kurban ingin memberikan bagian tertentu dari daging kurban kepada penjagal seperti kepala, kulit, kaki dan lainnya maka pemberian tersebut termasuk sedekah.
Kesimpulan
Penggunaan daging kurban sebagai upah penjagal dalam syariat islam tidak dibolehkan, semua dagingnya wajib didistribusikan kepada orang banyak, namun jika pemilik daging ingin memberikan bagian tertentu dari daging kurban kepada penjagal maka hal tersebut termasuk sedekah bukan upah.
Sumber :
AQRO, G. A. J. (2019). TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN UPAH BERUPA DAGING KURBAN KEPADA TUKANG JAGAL (Studi di Desa Bandungbaru Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Wahidah, N. (2017). Pemberian Upah Jagal Dengan Kulit Hewan Kurban Perspektif Hukum Islam.