MASKANULHUFFADZ.COM – Bulan Dzulhijjah merupakan satu dari empat bulan (haram), yang di dalamnya terdapat keutamaan untuk memperbanyak ibadah. Pada bulan ini umat islam dianjurkan untuk melaksanakan dua amalan yaitu ibadah haji ke Baitullah dan kurban. Umat islam yang berniat untuk menunaikan kurban, maka ia perlu memperhatikan suatu amalan sunnah yang dilarang untuk dilaksanakan di bulan ini.
Ibadah tersebut ialah larangan memotong kuku, diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Artinya: “Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari rambut dan kukunya,” (HR Muslim).
Terdapat beberapa riwayat dalam shahih muslim yang berbeda redaksi mengenai larangan memotong kuku pada 10 hari awal Dzulhijjah, di antaranya:
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
Artinya: “Jika sudah masuk 10 (awal) bulan Dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian hendak berkurban maka janganlah ia “menyentuh” sedikitpun rambut dan kulitnya,” (HR Muslim).
Dalam Redaksi lain juga disebutkan :
إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا
Artinya: “Jika sudah masuk 10 (awal) bulan Dzulhijjah dan seseorang memiliki hewan yang hendak dijadikan kurban maka sungguh hendaklah ia tidak mengambil sedikitpun rambut(nya) dan hendaklah ia tidak memotong kukunya,” (HR Muslim).
Keterangan tentang potong rambut bagi shahibul qurban ulama empat mazhab berbeda pendapat dalam menghukuminya, berikut penjelasannya:
1. Sa’id bin Musayyab, Rabi’ah,Ahmad, Ishaq, Dawud dan sebagian ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa larangan tersebut adalah haram, sesuai dengan Hadis di atas dan tambahan dari Syarah Nawawi.
Dalam pendapat lain, melakukan hal tersebut adalah haram selama tidak ada hajat, menurut pendapat Imam Ahmad jika seseorang mempunyai hajat maka hukumnya bisa menjadi wajib seperti memotong tangan pencuri, khitan bagi anak yang sudah baligh, terkadang menjadi sunnah seperti hukum khitan bagi anak yang masih kecil, dan terkadang mubah seperti cabut gigi yang sakit.
Berdasarkan pendapat tersebut maka hukum memotong kuku yang menyebabkan kemudharatan termasuk diperbolehkan, meskipun mengikuti dalil yang mengharamkannya.
2. Imam Syafi‘i dan Ashabnya menghukumi larangan tersebut kedalam makruh tanzih dan bukan haram, hal ini berdasar pada hadis Aisyah RA berikut:
أَنَا فَتَلْتُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ قَلَّدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ بَعَثَ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَمْ يَحْرُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللَّهُ لَهُ حَتَّى نُحِرَ الْهَدْيُ
Artinya: “Aku pernah menganyam tali kalung hewan hadyu (hewan yang disembelih sebagai kewajiban haji tamattu’ dan qiran) dari Rasulullah saw, kemudian beliau mengikatkannya dengan tangannya dan mengirimkannya beserta ayahku maka tidak haram atas beliau, apa-apa yang telah dihalalkan Allah (semisal memotong kuku dll), hingga hewan tadi disembelih,” (HR Bukhari).
Asy-Syairazi (W.476 H) dari kalangan Asy-syafi’iyah dalam matan Al-Muhazzab menyebutkan:
ولا يجب عليه ذلك لأنه ليس بمحرم فلا يحرم عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر
Artinya: “Dan hal itu bukan kewajiban, karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong rambut dan kuku”. (Al-Muhazzab).
Larangan di atas mencakup menghilangkan kuku dan rambut dengan berbagai macam cara semisal memotong, memutus, memendekkan, mencabut, dan lainnya. Sedangkan rambut yang dimaksud adalah semua bulu seperti rambut kepala, bulu ketiak, kumis dan bulu kemaluan. Ibrahim Al-Mirwazi dan lainnya berpendapat bahwa larangan ini juga berlaku ke semua anggota badan karena adanya hadis menjelaskan:
Artinya: “Janganlah ia “menyentuh” sedikitpun rambut dan kulitnya,” (HR Muslim).
3. Menurut Abu Hanifah hukumnya Makruh sedangkan Imam Malik dalam satu riwayat berpendapat tidak makruh, dalam riwayat lain berpendapat makruh.
Adapun hikmah larangan memotong kuku pada 10 hari awal Dzulhijjah hingga hewan kurbannya disembelih menurut Imam Nawawi yaitu agar orang yang hendak berkurban jasadnya utuh sehingga pembebasan dari api neraka meliputi semua anggota badannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:
إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya: “Sungguh hewan kurban akan datang di hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, kuku-kukunya. Sungguh darahnya akan jatuh di tempat (yang dikehendaki ) di sisi Allah sebelum jatuh di bumi, maka ikhlaskan hatimu dengannya,” (HR Tirmidzi).
Kesimpulannya, terlepas dari perbedaan pendapat di atas, mematuhi larangan memotong kuku ini merupakan termasuk kesempurnaan kurban di sisi Allah dan kesempurnaan ibadah kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.