MASKANULHUFFADZ.COM – Menanggapi hukum nyanyian dan musik dalam Islam, Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Islam Bicara seni menjelaskan ada 3 pendapat mengenai hal tersebut. Pendapat pertama berasumsi, menjadikan nyanyian dan musik sebagai bahan konsumsi sehari-hari merupakan suatu kebolehan. Hal ini berlandaskan pada ketentuan bahwa Islam membolehkan hambanya untuk mencari kebahagian.
Nyanyian dan musik merupakan salah satu alternatif yang kerap dijadikan sebagian orang sebagai bahan penghibur dan relaksasi diri dari kemumetan pekerjaan.
Anggapan kedua yaitu mendengarkan nyanyian dan musik adalah suatu keharaman. Hal ini berdasar kepada bahwa nyanyian dan musik adalah suara-suara syaitan yang melalaikan, serta suatu perbuatan yang tidak ada gunanya. Apabila seseorang terbiasa menikmatinya akan mengakibatkan terhalangnya diri orang tersebut untuk dekat kepada Allah.
Baca Juga: Tampilan Pentas Seni Santri Maskanul Huffadz LIl Lughah
Adapun asumsi yang ketiga beralasan, mereka ragu-ragu terhadap 2 pendapat di atas, terkadang menghalalkan dan kadang mengharamkannya. Dalam memecahkan argumen-argumen di atas maka butuh dalil-dalil shahih sebagai landasannya. Para ulama bersepakat hukum dasar sesuatu itu adalah boleh, yang didasarkan pada firman Allah Quran surah Al-Baqarah ayat 29:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Dalam penetapan hukum, tidak ada sesuatu yang menyebabkan sesuatu itu menjadi haram, kecuali ada dalil shahih (benar) dan sharih (jelas) yang bersumber dari Al-Quran, Sunnah, atau Ijma ulama yang menjelaskan perkara tersebut.
Namun, apabila tidak ada teks hukum yang menjelaskan keharaman atas sesuatu baik secara shahih tetapi tidak sharih, atau sebaliknya maka tidak ada yang mempengaruhi hukum dari perkara tersebut untuk mengharamkannya. Sehingga hukum terhadap perkara tersebut tetaplah berada dalam ruang lingkup kemaafan yang luas.
Penetapan kaidah ini, berlandaskan pada dalil firman Allah Quran surah Al-An‘am ayat 119:
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ
Artinya: “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.”
Dan hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Apa yang dihalalkan Allah dalam kitabnya adalah halal, apa yang Allah haramkan adalah haram, dana pa yang Allah diamkan berarti dimaafkan, maka terimalah kemaafan dari Allah,karena sesungguhnya Allah tidak lupa terhadap sesuatu,” (HR Al-Hakim, dishahihkan Abu Darda).
Sementara itu, untuk menguatkan hukum terhadap suatu perkara maka para ulama mencari dalil yang dijadikan acuan, sehingga masyarakat bisa berhujjah dengannya.
Pendapat Para Ulama tentang Nyanyian dan Musik
Dalam agama Islam ada dua pandangan mengenai musik ini. Perbedaan ini terjadi karena adanya dalil Al-Quran yang mengharamkan hukumnya. Namun, para ulama berbeda pendapat dalam menanggapinya.
Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar mengatakan, para ulama berselisih menanggapi nyanyian dan musik. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafii dan Imam Malik dalam kitab Mughni Al-Muhtaj dijelaskan jika hukum mendengarkan musik adalah makruh karena sia-sia.
Ibnu Taimiyah pun berpendapat, Jika seorang hamba disibukkan dengan amalan yang tidak ada dalam syariat, maka ia akan disibukkan dengan perbuatan-perbuatan yang di luar syariat. Sehingga saat hati sudah terpenuhi dengan hal-hal yang melalaikan, maka tidak ada lagi ruang kosong bagi hati meletakkan Al-Quran untuk singgah.
Menurut Imam Al-Ghazali juga berpendapat jika hukum mendengarkan musik serta nyanyian tidaklah berbeda dengan mendengarkan berbagai bunyi dari makhluk hidup maupun benda mati dan juga mendengar perkataan seseorang. Apabila pesan yang disampaikan dalam musik adalah baik dan memiliki nilai keagamaan, maka ini tidak jauh berbeda dengan nasihat atau ceramah keagamaan. Berbeda dengan pendapat Imam Malik, nyanyian dan musik baginya adalah suatu yang dilarang dan haram.
Adapun menurut Imam Abu Hanifah hukum nyanyian dan musik adalah makruh, dan bagi yang mendengarkannya bernilai dosa.
Sementara itu, bagi mereka yang menghukumi nyanyian dan musik ke dalam bagian haram, mereka berdalil pada Quran surah luqman ayat 6:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشْتَرِى لَهْوَ ٱلْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Artinya: “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Mereka menafsirkan kalimat “lahwal hadits” (perkataan tidak berguna) ini dengan “nyanyian”.
Batasan, Syarat Nyanyian dan Musik
Meskipun ada beberapa pendapat yang membolehkan nyanyian dan musik untuk dikonsumsi, namun kita wajib memperhatikan beberapa ketentuan. Berikut 4 ketentuan yang harus diketahui saat bernyanyi, bermain musik atau hanya sekedar mendengarkan:
1. Tidak semua nyanyian atau musik itu hukumnya boleh, karena isinya harus sesuai etika dan ajaran Islam.
Misalnya syair yang diucapkan Iliya Abu Madhi dalam bait syairnya yang berjudul At-Tholasim.
Aku datang tiada mengerti darimana,
Tetapi aku telah datang di sini.
Aku melihat jalan terbentang di hadapan,
serta merta kutelusuri
Bagaimana aku bisa datang?
Bagaimana aku memahami jalan?
Aku tak mengerti.
Dalam buku Islam Bicara Seni karangan Syaikh Yusuf Qaradhawi mengatakan, bait ini mengandung makna keragu-raguan terhadap keimanan, penciptaan manusia, hari kiamat bagi orang yang mendengarkannya.
Serupa dengan itu, nyanyian yang menyanjung orang-orang zalim, para penguasa fasik, serta orang yang telah membuat kerusakan. Juga syair-syair yang bertentangan dengan ajaran Islam yang membenci orang zalim dan para sekutunya, nyanyian yang membawa kesyirikan bahkan kemurtadan, pujian untuk orang yang diam terhadap kejahatan, apalagi orang yang memujinya. Demikian pula nyanyian-nyanyian yang menyanjung lelaki dan perempuan yang berlaku salah adalah nyanyian yang bertentangan dengan etika Islam.
2. Penampilan dan gaya nyanyian
Kadang-kadang isi syair yang biasa-biasa saja bisa menjadi haram, subhat atau makruh, jika dikemas dengan suara, penampilan atau gaya yang sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan nafsu. Bahkan ada juga yang mengemasnya ke dalam kemaksiatan, yang menimbulkan kesyirikan, apalagi kemurtadan. Contohnya menjadikan nyanyian atau musik sebagai perantaraan dalam pemujaan kepada syaitan, patung, roh, atau lainnya.
3. Nyanyian tidak disertai dengan sesuatu yang haram, seperti minuman khamar, menampakkan aurat, atau pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan.
4. Meskipun nyanyian sifatnya mubah, namun tetap saja bagi yang ingin menikmatinya tidak boleh dengan sikap berlebih-lebihan. Karena sikap berlebihan tidak dianjurkan dalam Islam. Terlebih jika nyanyian tersebut bersifat cengeng, menimbulkan kesedihan, rasa galau dan hal-hal yang mengakibatkan berkurangnya semangat hidup, dan menjauhkan dari Allah.
Demikianlah pandangan Islam dalam menghukumi nyanyian dan musik. Nah, jika kita korelasikan dengan musik yang lagi viral sekarang. Maka kita bisa mengambil hukumnya dari ketentuan pada poin 1 dan 2. Dimana lirik yang digunakan adalah aliran satanic, yaitu sekelompok individu yang berkeyakinan atau ideologis, dan filosofis yang didasarkan pada setan.
Pendapat ini dikutip dari analisis lirik “ku doakan kita semua masuk neraka”. Sementara itu, penampilan konser ini juga dilengkapi dengan cara penyajian yang menyerupai pemujaan syaitan. Seperti penonton disuruh menggunakan penutup mata saat bernyanyi, lalu mereka disuguhkan patung besar di depan panggung sebagai simbol satanis. Sehingga nyanyian dan musik seperti ini bisa kita golongkan dalam kategori haram.
Baca Juga: Pandangan Islam Hukum Musik dan Nyanyi
Kesimpulan:
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka ditarik kesimpulan bahwa mendengarkan musik hukumnya mubah atau diperbolehkan. Namun, pada kondisi tertentu bisa menjadi haram. Bernyanyi, bermain musik ataupun sekedar mendengarkannya dapat menjadi haram jika di dalamnya terdapat faktor eksternal yang membawa pada keburukan. Misalnya, seperti sengaja merangsang nafsu atau syahwat, lirik lagu mengandung kemungkaran, menyertakan hal buruk seperti mabuk-mabukan, dan kemaksiatan.