MASKANULHUFFADZ.COM – Kehadiran Ayah dan Ibu merupakan bagian dari karunia terbesar dalam kehidupan kita. Mencintai, menghormatinya menjadi ibadah, serta berbakti kepadanya berbuah surga. Begitu sebaliknya, membenci, menghardik dan berbuat durhaka kepadanya merupakan dosa yang membawa malapetaka dan berujung neraka.
Tidak ada alasan untuk tidak berbakti kepada keduanya, berkat jasa mereka kita bisa hadir ke dunia. Tidak ada alasan untuk tidak menghormati, karena mereka berdua layak mendapatkan tempat utama di hati kita. Di bawah telapak kakinya ada surga, atas keputusan dan ketetapannya ada ridha-Nya.
Berikut sepenggal cerpen dari remaja belia yang tengah melawan hati dari gejolak amarah dan kebencian. Selamat Membaca!
Aku Kecewa, Tapi Dia Tetaplah Ayahku
Nurul Ilmi Khairunnisa-Santri Maskanul Huffadz PDQ
Aku umpama jamak muannas salim dan kau adalah fathah. Sulit untuk kupahami kenyataan bahwa cairan kental yang mengalir di tubuhku adalah milikmu sosok yang sebatas namanya pun aku tidak tahu. Tujuh belas tahun usia saat aku mulai berlapang dada menerima kenyataan bahwa kita sudah diibaratkan alif lam dan tanwin. Dua Sosok yang mustahil untuk bertemu meski hanya sekedar saling bertukar sapa. – Nazila
Waktu sudah menunjukkan pukul 23.53 ketika Nazila masih berputar dengan buku tebalnya. Tak ia pedulikan ratusan notifikasi pesan dari grup chat alumni SMA. Rencana tahun baru berkedok reunian di Pantai Anyer batal karena beberapa teman mengadakan acara bersama keluarganya.
Tentu saja keluarga mana yang tidak memanfaatkan waktu pergantian tahun ini dengan kebersamaan? Meski hanya sekedar diajak makan malam di rooftop hotel bintang 5 untuk menyaksikan indahnya kerlipan kembang api bersama Ayahnya.
Nazila keluarganyalah yang tidak pernah menikmati momen tahun baru bersama. Alasan Ibunya yang sibuk bekerja dan Nazila yang tidak memiliki waktu selain untuk belajar mungkin bisa dikesampingkan jika ada nahkoda yang mengarahkan kapal keluarga mereka akan berlayar.
Seorang yang tidak pernah ada dalam kehidupan Nazila, sama sekali. Ia membuat Nazila membenci semua sosok Ayah di dunia. Nazila merasa kesal melihat teman-temannya diperlakukan sebagai putri yang diberi perhatian dan kebahagiaan oleh Ayah mereka, sementara dirinya tidak mendapatkan hal yang sama.
Cerita manis tentang hubungan antara Ayah dan anak perempuan tidak pernah menyapa Nazila dari tahun ke tahun. Gadis yang hanya hidup bersama Ibunya merasakan kecemburuan yang mendalam. Kadang-kadang air mata yang selalu ia tahan tumpah begitu saja saat Nazila berada dalam kesendirian.