MASKANULHUFFADZ.COM – Memasuki satu dekade berdiri, pada tahun ini Maskanul Huffadz berhasil mewisuda 244 Hafidz dan Hafidzah dari 11 cabang se-Indonesia. Acara wisuda diselenggarakan pada Rabu, 3 September 2025 di Auditorium Smesco Jakarta.
Acara wisuda tahun ini digelar dengan megah dan penuh khidmat dengan mengangkat tema,” Menggenggam Mahkota Cahaya”. Balutan jubah dan gaun wisuda tidak hanya menggambarkan perayaan tetapi juga apresiasi atas perjuangan satu hingga dua tahun membersamai Al-Qur’an.
Di balik keberhasilan para santri, tersimpan kisah inspiratif yang mewarnai proses perjuangan mereka dalam menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Qur’an.
Yayuk, orang tua dari Nur Amalika asal Jawa Tengah, mengungkapkan rasa syukur atas capaian anaknya. Ia menuturkan, sejak awal proses masuk Maskanul Huffadz bukanlah hal mudah.
“Saya sempat khawatir Amalika tidak lulus. Namun berkat prestasi dan sertifikat yang ia raih semasa SMK, akhirnya bisa mendukung kelulusannya di Maskanul Huffadz,” ujar Ibu Yayuk.
Hal senada disampaikan Umma Oki Setiana Dewi dalam sambutannya. Menurutnya, minat masyarakat untuk menempuh pendidikan di Maskanul Huffadz semakin tinggi. Namun karena seleksi ketat, banyak pendaftar yang tidak lolos.
“Bersyukurlah kalian yang diwisuda tahun ini. Dari 1.500 pendaftar, hanya 350 yang diterima sesuai kuota dan kualifikasi Maskanul Huffadz, dan dari semua itu hanya 244 santri yang berhasil mencapai hafidz dan hafidzah 30 juz ,” ungkapnya.
Animo itu bahkan datang dari luar Jawa hingga kawasan timur Indonesia. Najwa Aulia, santri cabang Jambi asal Lombok, mengaku hafalan Al-Qur’an adalah mimpi yang harus diperjuangkan meski jauh dari orang tua.
“Kalau sekarang saja kita takut mengambil pilihan kecil, maka di tahun-tahun berikutnya kita akan semakin takut mengambil pilihan besar. Itulah motivasi saya untuk terus berjuang,” tegas Najwa.
Tidak hanya dari kalangan pelajar, sejumlah sarjana pun memilih bergabung. Lailatul Fitria, alumni Teknik Dirgantara ITB, mengaku memutuskan masuk Maskanul Huffadz karena merasa jauh dari Allah saat kuliah.
“Di usia saya sekarang bukanlah halangan untuk menghafalkan Al-Qur’an. Di sini saya belajar disiplin, menghargai waktu, adab, dan banyak pelajaran hidup lainnya,” ungkap Fitria.
Hal serupa disampaikan Wita, orang tua Khofifah Khomariah, santri PDQ lulusan UIN Syaikh M. Djamil Djambek. Menurutnya, usia maupun pendidikan tidak menjadi penghalang untuk menyelesaikan hafalan.
“Saya yakin Al-Qur’an tidak akan pernah menyia-nyiakan orang yang memperjuangkannya. Alhamdulillah, Khofifah berhasil khatam 30 juz dan menuntaskan pembelajaran di PDQ dalam dua tahun,” ujarnya.
Kisah para santri ini membuktikan, usia, latar belakang pendidikan, maupun kondisi keluarga bukanlah penghalang untuk menjadi hafidz 30 juz. Kuncinya adalah keyakinan, kesungguhan, dan tanggung jawab pribadi.
Mengakhiri acara wisuda tersebut, Coach Bombom Dirgantara wicaksono menutup dengan memberi pesan motivasi bagi para wisudawan.
“Teruslah bermimpi. Jika mimpi belum tercapai, bukan mimpinya yang diubah, melainkan jalannya,” tegasnya.