Skip to main content

MASKANULHUFFADZ.COM – Imam Abu Hanifah merupakan ulama dari Kufah. Beliau adalah imam mazhab yang sangat hati-hati dalam perkara syubhat (meragukan). Jauh sebelum menjadi imam mazhab, beliau adalah saudagar kaya penjual minyak wangi dan kain. Selain itu, Abu Hanifah juga terkenal dengan keistimewaanya yang sangat dermawan dan suka berdiskusi dengan murid-muridnya.

Sifat Wara’ Imam Abu Hanifah

Dalam satu riwayat diceritakan Imam Abu Hanifah pernah menjalin kerjasama dengan seorang mitranya bernama Bisyr. Suatu ketika, beliau pernah meminta Bisyr berdagang sendiri ke Khuzz dengan membawa komoditas dagangan berupa 70 kain sutra.

Sebelum mitranya tersebut berangkat, ia berpesan kepadanya bahwa dari dagangannya ini ada sehelai yang cacat. Sehingga Abu Hanifah sangat berpesan kepadanya agar Bisyr menyampaikan dengan sejujurnya kepada pembeli atas kecacatan barang dagangannya.

Keesokan harinya, Bisyr pulang dengan barang dagangan yang banyak laku termasuk kain yang cacat. Lalu, Imam Abu Hanifah memastikan pesannya tersebut pada Bisyr.

“Apakah kamu menerangkan kecacatan barang dagangan yang aku pesankan padamu?”

Bisyr itu menjawab, “Maaf, aku telah lalai dan lupa memberitahukannya

Keadaan ini mengakibatkan ia menyedekahkan seluruh hasil dagangannya tersebut, baik modal, pengembangan, dan laba dagangannya.

Laba dagangan seribu dirham harta dari hasil dagangannya tersebut telah bercampur dengan syubhat. Ia pun berkata, “Harta itu telah bercampur dengan syubhat, dan aku tidak membutuhkannya.”

Dalam kisah lainnya, Imam Hanifah juga pernah tidak pernah makan daging kambing beberapa tahun sebagai bentuk menghindari dirinya dari barang haram ataupun syubhat. Dalam riwayat diceritakan bahwa beliau pernah mendengar ada seekor kambing milik tetangganya dicuri.

Beliau bertindak demikian karena khawatir tanpa sepengatahuannya kambing curian tersebut dijual di pasar atau di tengah masayarakat. Lalu, Imam Hanifah tanpa sengaja memakan daging curian tersebut.

Begitulah sikap wara’ atau kehati-hatian Imam Abu Hanifah dalam menjaga ketakwaannya pada Allah. Sikap wara’ ini muncul dari besarnya rasa takut kepada Allah, tidak hanya pada perkara haram tetapi juga yang syubhat.

Seperti yang disampaikan Imam Ibnu Rajab rahimahullah:

“Amal yang paling utama adalah senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah, baik dalam kesunyian (kesendirian) maupun dalam keramaian.”

Dari kisah Imam Hanifah ini, kita dapat pelajaran penting bahwa imam yang baik dan terjaga akan melahirkan akhlak mulia. Dengan akhlak mulia dan keimanan yang kokoh Allah akan mencintai hambanya.

Leave a Reply