MASKANULHUFFADZ.COM – Dalam sepanjang sejarah, para huffadz pernah dilanda sejarah kelam. Masa yang memberi bekas luka dalam sejarah Islam, peristiwa itu terjadi pada bulan Rabi’ul Akhir. Namun, peristiwa pahit itu sering terlupakan, banyak ummat Islam yang tidak tahu kapan waktu persis peristiwa ini terjadi.
Sejarah Kelam Para Huffadz
Peristiwa kelam itu dikenal dengan perang Yamamah. Pada tahun 11 Hijriah (632 M), bumi Yamamah bersimbah darah, pertumpahan darah di tanah tandus, suara gemericik pedang nyaring menebas kepala para huffadz. Pada masa itu, umat Islam dengan pakaian serba putih beradu pedang dengan pasukan serdadu Musailamah al-Kadzdzab. Pertempuran antar bangsa Arab yang berbeda aqidah, peperangan melawan Musailamah Al Kadzdzab yang mengaku sebagai nabi.
Musailamah sudah lama mengaku dirinya sebagai Rasul, jauh sebelum Rasulullah diangkat menjadi nabi, dan orang-orang Mekkah pun mengakuinya terkait hal itu. Musailamah bahkan sering pergi ke luar daerah untuk menyampaikan ajarannya. Salah satu kesesatannya memberikan kebebasan masyarakat dari kewajiban shalat Subuh dan Magrib. Setelah Rasulullah wafat, kemurtadan dan orang yang mengaku-ngaku nabi semakin marak.
Hal ini membuat keresehan umat Islam, sehingga Khalifah Abu Bakar memberantas kesesatan tersebut melalui perang Yamamah. Perang dengan jumlah umat Islam 3 kali lipat lebih sedikit dari musuh. Meskipun demikian, umat Islam berhasil memenangkan peperangan tersebut, namun membawa luka dalam sejarah. Kemenangan tersebut menelan 1200 orang syuhada dan sebagian besar dari korban adalah para penghafal Al-Qur’an.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran dalam diri Umar bin Khatab, dan ia pun mengusulkan Abu Bakar menuliskan Al-Qur’an dalam lembaran-lembaran yang disatukan (shuhuf). Abu Bakar pun kemudian menunjuk Zaid bin Tsabit untuk mempimpin proyek besar ini hingga akhirnya utuh tersusun rapi seperti yang kita temukan sekarang.
Inilah kisah kelam dalam sejarah Islam, perjuangan menjaga Al-Qur’an menjadi bagian dari kemenangan Islam. Maka, pada zaman sekarang saat Al-Qur’an telah kokoh keberadaannya sudah seharusnya kita menjaga dan mempertahankan kemurniaanya, terutama kita sebagai huffadz, seharusnya lebih bersemangat dan lebih peduli dengan Al-Qur’an. Caranya dengan kembali memurajaah hafalan yang dimiliki serta mengamalkannya dalam bentuk akhlak.