Kamu, yang sedang membaca ini, semoga Allah menjadikanmu termasuk pemuda yang dikagumi-Nya. Bukankah itu tujuanmu datang ke laman ini?
Kamu jelas tidak seperti pemuda kebanyakan yang sibuk memperelok rupa dan penampilan demi dikagumi oleh pasangan. Untuk itu, aku ingin bilang bahwa aku kagum padamu.
Pemuda yang lebih memilih untuk membuat kagum Rabbnya.
Pemuda seperti apa itu?
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَعْجَبُ رَبُّكَ مِنْ شَابٍّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ
Rabbmu kagum dengan pemuda yang tidak memiliki shobwah. (HR. Ahmad)
Shabwah adalah kecondongan untuk menyimpang dari kebenaran yang timbul dari hawa nafsu. Sedangkan hawa nafsu itu memuncak di usia muda.
Dorongan hawa nafsu yang semakin kuat membuat pemuda berpotensi tinggi untuk mengikutinya. Adapun pemuda yang mampu mengendalikannya, itulah golongan yang Allah kagumi.
Tapi mengendalikan hawa nafsu tidaklah mudah. Kalau mudah, untuk apa Allah kagum?
Saking sulitnya, Rasulullah menyebutnya sebagai pertempuran dan membuat perbandingan tingkat kesulitannya sebagai berikut:
“Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil dan bakal menghadapi pertempuran yang lebih besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ, ‘Apakah pertempuran akbar itu, wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘jihad (memerangi) hawa nafsu’.”
Hadits ini disampaikan sepulang dari Perang Badar.
Perang Badar yang menghadapi musuh dengan jumlah lebih besar, menguras tenaga, bertumpah darah dan bertaruh nyawa, adalah pertempuran kecil jika dibandingkan dengan pertempuran melawan hawa nafsu.
Perang yang kita hadapi setiap hari dan setiap waktu.
Mengapa jihad yang satu ini dikatakan lebih besar? Karena musuh yang kita hadapi ada di dalam diri kita sendiri dan kita tidak bisa ‘membunuh’nya.
Kenali musuh kita. Kenali dahulu, kendalikan kemudian. Untuk menundukkan musuh kita harus tahu kelemahannya. Hanya dengan begitu, kita bisa mengatur strategi untuk mengalahkannya.
Dalam Futuhat Al-Makkiyah karya Muhyiddin ibn Arabi, diceritakan bahwa ketika pertama kali menciptakan nafsu, Allah bertanya, “Siapa Aku?”
Nafsu membangkang dan malah balik bertanya, “Siapa pula aku ini?”
Allah ﷻ murka, kemudian memasukkan nafsu dalam lautan lapar sampai seribu tahun. Kemudian dientas dan ditanya lagi, “Siapa Aku?”
Setelah dihajar dengan lapar barulah nafsu mengakui siapa dirinya dan Tuhannya. “Engkau adalah Tuhanku Yang Maha Agung, dan aku hamba-Mu yang lemah.”
Dilansir dari NU Onlline
Lapar. Itulah kelemahan hawa nafsu. Sebaliknya, kenyang membangkitkan syahwat, menjadikan dorongannya semakin kuat. Itulah mengapa pemuda yang belum menikah dianjurkan untuk berpuasa. Dan itulah mengapa, berpuasa dapat membuat pelakunya meraih derajat takwa.
Senjata kedua yang kita perlukan untuk menjadi pemuda yang Allah kagumi adalah shalat malam. Rasululah ﷺ bersabda:
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ ، فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ
“Laksanakanlah qiyamul lail (shalat malam) karena ia merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, mendekatkan kepada Rabb kalian, menghapus dosa-dosa kalian, dan menjauhkan kalian dari berbuat dosa.” (HR at-Tirmidzi)
Puasa dan shalat malam adalah bentuk ikhtiar yang akan gagal jika tidak dilengkapi senjata pamungkas yaitu doa.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ ، وَالأَعْمَالِ ، وَالأَهْوَاءِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal, dan hawa nafsu yang jelek).” (HR. Tirmidzi)
Dengan ketiga senjata tersebut, semoga kita termasuk pemuda yang Allah kagumi. Dengan ketiga senjata tersebut, semoga pertempuran besar ini kita menangkan setiap hari.***