maskanulhuffadz.com – Pesantren Maskanul Huffadz baru saja melangsungkan prosesi wisuda ke-XI di Gedung Graha Widya Bhakti, Sabtu (17/12).
Selain merupakan program tahunan Maskanul Huffadz, wisuda merupakan bentuk apresiasi atas semangat perjuangan para santri dalam menghafal Al-Qur‘an sekaligus syiar untuk masyarakat yang lebih luas.
Wisuda ini mengangkatkan tema “Bukti Cinta dan Bakti” dengan menghadirkan pemateri Ustadz Abi Makki.
Hadirnya Ustadz Abi Makki sebagai pemateri menjadikan acara semakin khidmat dan memberikan semangat bagi santri serta undangan dalam berinteraksi bersama Al-Qur‘an. Dalam sambutannya, Ustadz Abi Makki menyampaikan beberapa pesan diantaranya:
Pertama, pesan yang dikhususkan untuk para santri yang baru diwisuda. Dalam amanatnya ada empat rasa syukur yang harus mereka hadirkan setelah proses panjang yang dilalui selama menghafal Al-Qur‘an.
Poin pertama menghadirkan syukur kepada Allah terhadap rasa cinta kepada Al-Qur‘an, kedua syukur kepada Allah karena ada keinginan untuk menghafalkannya, ketiga syukur diberikan waktu untuk menghafal, dan keempat rasa syukur dimudahkan untuk menyelesaikan hafalan.
Lebih lanjut, Ustadz Abi Makki juga menyampaikan terdapat tiga kewajiban yang harus diperhatikan oleh seorang penghafal Al-Qur‘an setelah ia menyelesaikan hafalannya.
Pertama seorang penghafal Al-Qur’an tugasnya tidak selesai dengan sekedar membaca dan menghafalkan, tetapi dia mempunyai kewajiban untuk memahami, mengamalkan dan mengajarkannya.
Hafalan Qur’an yang dipelihara oleh seorang hafidz akan menjadi barometer dan notifikasi mereka dalam bertindak. Seperti amanat dari Syeikh Abdul Aziz, “Jika ada orang yang tidak menghafal Qur’an lalu berbuat maksiat itu merupakan hal biasa. Tapi jika penghafal Qur’an masih bermaksiat maka dosanya lebih dahsyat.”
Maka seorang hafidz itu harus menjaga Al-Qur’an dalam hatinya, sehingga setiap lisan, pikiran dan perbuatannya diatur oleh Al-Qur’an, seperti yang ditanyakan sahabat pada Aisyah ra. tentang akhlaknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menjawab Al-Qur’an.
Poin kedua, seorang hafidz harus semangat mengulang bacaan Qur’annya, tahapan tersulit dari menjaga hafalan ialah terus mengingatnya meskipun tidak ingat-ingat.
Kekhawatiran itu mendapat tanggapan dari Rasulullah melalui pesan mood booster bahwa Allah cinta dengan amalan seseorang yang membaca Al-Qur’an secara berulang-ulang dari awal sampai akhir hingga ia tidak merasa puas.
Lebih lanjut, Rasulullah berpesan, “Siapa yang sibuk membaca Al-Qur’an lalu lupa untuk tidak meminta kepada Allah atas permasalahan dirinya, maka Allah akan berikan kemulian, keagungan lebih mulia dan agung dari pada orang yang meminta kepada Allah.”
Terakhir perintah membaca Al-Qur’an sesuai dengan makhraj dan hukumnya sebagaimana bacaan Rasulullah.
Pada akhir sambutannya, Ustadz Abi Makki menyimpulkan dengan perkataan dari seorang ulama Madinah, ketika Allah menurunkan Al-Qur’an selalu dengan menggunakan dhamir “nahnu” yang artinya “kami”, terdapat makna kebesaran di dalamnya.
Para munfasir mencoba memberi penjelasan, yang dimaksud dengan “nahnu” ialah sifat ketawaduan Allah dalam menurunkan Al-Qur’an melalui bantuan jibril kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah mendakwahkannya, lalu Allah tunjuk para penghafal Qur’an sebagai penjaganya di bumi.
Tafsiran ini dinukil dari QS. Al-Hijr ayat 9, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami-pula yang memeliharanya.”
“Jadi suatu kebanggan bagi penghafal Qur’an karena Allah sudah mempercayai amanah besar ini dalam diri antum, maka secara tidak langsung Allah sudah menunjuk antum sebagai panitia penjaga Al-Qur’an,” tegas Ustadz Abi Makki. (22/12)