Banyak orang-orang yang bercita-cita ingin menjadi hafidz Al-Qur’an sementara ia tidak tau apa arti dan makna dari kata hafidz itu sendiri.
Mungkin sebagian dari kita masih ada yang belum tau perbedaan antara Hafidzul Qur’an dan Hamalatul Qur’an. Karenanya, agar tidak ada kesalahpahaman lagi, kali ini penulis akan bahas tentang “Apa sih bedanya Hafidzul Qur’an dengan Hamilatul Qur’an?”
Dalam kamus bahasa Arab, kata hafidz berasal dari kata حفظ – يحفظ – حفظا yang berarti “memelihara atau menghafal.” Sedangkan hamilatul juga berasal dari bahasa Arab, yaitu حمل – يحمل – حمل yang memiliki arti “membawa.”
Apa perbedaannya?
- Hafidzul Qur’an bukanlah orang yang hanya menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an saja. Namun, Hafidzul Qur’an adalah orang yang siap memelihara Al-Qur’an, baik secara lafadz maupun makna. Hafidzul Qur’an juga berarti orang yang senantiasa mengamalkan setiap perintah yang ada di dalam Al-Qur’an.
- Sedangkan sebutan yang lebih pantas bagi Ahli Al-Qur’an adalah Hamilatul Qur’an. Mengapa? Karena Hamilatul Qur’an adalah orang yang senantiasa membawa Al-Qur’an kemanapun ia pergi. Hamala-Yahmilu-Hamil, yang berarti membawa. Sama halnya sebagaimana wanita yang sedang hamil, membawa kandungannya kemanapun ia melangkah.
Dalam buku Kun Bil Qur’ani Najman karya Al-Ustadz Saihul Basyir, beliau menjelaskan bahwa seseorang belum bisa dikatakan penghafal Al-Qur’an, jika belum memiliki 3 pondasi. Apakah itu?
- Al-Muhafadzah (Siap menjaga dan memeliharanya, baik secara lafadz ataupun makna.)
Sebenarnya, tanpa perlu kita jaga pun, Allah sudah menjaga Al-Qur’an dengan sebaik-baik penjagaan. Al-Qur’an adalah Kalamullah, yang keasliannya tidak bisa diserupai oleh siapapun. Adapun penghafal Al-Qur’an hanya sebagai wasilah.
- Al-Mu’ahadah (Senantiasa mengamalkan apa yang terkandung dalam Al-Qur’an.)
Penghafal Al-Qur’an sejati bukanlah penghafal yang hanya sekadar hafal. Akan tetapi, ia yang senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah. Penghafal Al-Qur’an hendaknya berusaha untuk memaksimalkan diri berlaku taat pada aturan Allah. Sehingga, Al-Qur’an yang ia hafal akan menjadi syafaat baginya di akhirat kelak.
- Al-Mudawwamah (Senantiasa istiqomah, bersedia hidup bersama Al-Qur’an di manapun, kapanpun, dalam keadaan apapun.)
Seorang penghafal Al-Qur’an yang benar-benar menghafal, akan merasa kesepian jika hidupnya tidak didampingi Al-Qur’an di manapun ia berada.
Sebab keistiqomahannya dalam menghafal, membuat ia semakin cinta dengan Al-Qur’an. Jika lisan dan jasadnya saja tidak bisa dipisahkan dengan Al-Qur’an, itu salah satu tanda bahwa hatinya pun sudah terpaut kepada Allah.
Nah, itulah 3 pondasi yang semestinya ada pada diri seorang penghafal Al-Qur’an. Namun, jika 3 yang telah disebutkan tadi tidak ada dalam diri seorang penghafal Al-Qur’an, berarti ada yang salah dengan niatnya dalam menghafal.
Maka, sama-sama kita perbaiki niat kita, teruslah berusaha dan berdoa agar diri kita bisa mencerminkan akhlak Al-Qur’an dalam setiap keadaan. Aamiin