Sukses memiliki jalan sendiri setiap orang
Hidup akan terus berlanjut, tak peduli kita siap atau tidak, hari akan terus berganti tanpa perduli apakah kita sebagai manusia telah melakukan perbaikan dari hari kemarin atau tidak. Begitupun ia, Ra mengajar di salah satu yayasan quran yang sekarang menjadi pondok pesantren di kotanya, dengan bekal hafalan quran seadanya dan beberapa sertifikat MTQ tingkat provinsi yang ia kantongi, beberapa rumah quran menerimanya. Di usia nya tahun, berada dirumah tanpa kegiatan apapun, ia merasa menjadi beban, dengan kebutuhan diri sendiri yang kian meningkat, Ra merasa semua orang seusia nya juga merasakan hal yang sama.
Sebenarnya sejak kelas 2 SMP, Ra sudah mengajar dirumah quran sepulang sekolah, itu sebabnya Ra tidak terlalu aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya, sampai di kelas 3 Ra berhenti mengajar anak-anak disana untuk fokus ujian.
Keajaiban doa akhirnya hadir dalam hidup Ra, setelah beberapa Ra bertahan dengan kondisi rumah yang tidak sehat, kegiatan yang itu-itu saja berulang. Allah mengambil doa itu melalui impian lama yang hampir layu untuk mondok dan menyelesaikan hafalan. Ia tak lagi berpikir terkait kuliah dan perihal dunianya, Ra hanya berharap selagi tak bisa membahagiakan orangtua nya saat itu, Ra ingin membangun rumah di syurga.
Pertolongan datang melalui postingan Maskanul Huffadz untuk menerima santri baru beasiswa, disebut pertolongan, karena dari sini jalan hidup nya akan berubah, bermula dari sini Ra akan memulai.
Pencarian instagramnya yang penuh akan beasiswa mondok, melabuhkan hatinya pada satu postingan Maffaz Medan Akhwat yang menerima santri beasiswa usia 17-24 tahun. Kesempatan tidak pernah datang 2 kali, akhirnya Ra ikut mendaftar dan mengirimkan berkas-berkas juga untuk beberapa pondok lain daerah Medan, Ia tahu akan sedikit kemungkinan bisa pergi keluar Pulau Sumatera. Kotanya yang berjarak sekitar 5 jam dari Medan membawa angin segar untuk nya.
Setelah menunggu selama beberapa pekan, ternyata ia lulus di beberapa rumah quran, namun entah kenapa ia condong pada Maskanul Huffadz yang saat itu belum mengumumkan hasil. Dengan berat hati, ia mengundurkan diri dari beberapa pondok tersebut dan menunggu keputusan Maffaz yang hampir 2 bulan.
Setelah hasil keluar, namanya ada dalam urutan orang-orang yang lulus seleksi berkas, dari sana akhirnya ia memberitahu Ibunya perihal ini. Seperti biasa jawaban yang ia tak ingin dengar akhirnya keluar, sampai satu kalimat yang hampir membuat Ra menyerah.
“ Jika ingin pergi mondok, pergilah sana, nanti jika Mama mati , tidak usah pulang kesini!”.
Entah hati siapa yang akan bertahan jika diminta meninggalkan orangtuanya, berhadapan dengan situasi seperti ini, selain menuntut ilmu. Ia anak tunggal Ibunya, yang memang sangat dipahami akan sulit untuk berpisah. Setelah malam-malam panjang penuh diskusi, akhirnya Allah sang Pemilik hati membalikkan hati orang tuanya dan mengizinkan dia untuk pergi. Dengan dukungan, ia mantap untuk menjalani seleksi berikutnya, yaitu tahap wawancara dan tes hafalan.
Setelah penantian panjang seusai wawancara, dalam postingan instagram namanya ada beserta orang-orang pilihan lain untuk masuk Maskanul Huffadz Medan Akhwat pilihannya. Hari kepergian, Ra di antar kedua orang tuanya ke asrama, momen yang akan ia kenang seumur hidup. Dengan rasa ikhlas dan harapan tinggi mereka melepas nya karena Allah.