Perjalanan menghafal Al-Quran adalah perjuangan yang manis, kurang tidur, lelah, dan malam penuh tangisan adalah hal yang biasa, maka akankah kita akan menyiakan setelah mendapatkannya.
Hari- hari perdana ia berada di asrama, berkenalan dengan teman-teman beda daerah, belajar menerima banyak hal, berbagi, melakukan semua hal sendiri yang semua itu jauh dari kehidupan ia dirumah. Jauh dari orangtua tak membuat Ra bersedih selayaknya beberapa teman lainnya, ia sungguh semangat menanti hari-hari berikutnya di asrama ini.
Tentu tak mungkin perjuangan tanpa hambatan, awal-awal menghafal, ia bahkan sangat susah ziyadah walau 1 halaman sehari, walau Ra punya tabungan hafalan, namun di juz baru, ia jauh lebih sulit untuk menghafal dibanding temannya yang pemula, hari – hari penuh tangis dimulai, merasa insecure tentu saja terbesit di hati, terlebih awal-awal ia sakit selama 2 pekan dan tidak mengikuti seluruh kegiatan, selain adaptasi dan tinggal di lingkungan baru yang juga membuat nya harus meneguhkan hati berkali-kali.
****************
Seiring waktu, kenal dengan teman seperjuangan yang jauh lebih hebat, membuat nya merasa bahwa ujian nya sungguh tak sebanding. Siang malam bersama membuat ia banyak belajar, mengambil hikmah yang tercurah dalam setiap diri yang ia temui, tak berhenti ia bersyukur atas rahmat Tuhan untuknya, hadiah terindah yang Ra dapatkan disana.
Seluruh insan yang terukir dalam memori miliknya, akan punya tempat tersendiri. Ummi Nila, Abi Ismail, Ka Dina dan Bang Rudi selaku pemilik rumah, seluruh ustadzah yang mengajar, role model dalam hidupnya. Setelah 4 bulan lebih beberapa hari, ia menyelesaikan setoran 30 juz nya. Tentu saja perjalanan 1 tahun di sana tak semulus itu, namun nikmat dan bahagia yang didapat bisa menggeser memori kurang menyenangkan. Bukankah hidup akan selalu memiliki banyak warna?
Seperti sakit muntaber sampai 5x dalam setahun dan diinfus membuat nya terharu karena perhatian unik dari mereka (teman-temannya), memasakkan bubur bergantian setiap pagi, siang dan malam untuk makannya, memberi apapun yang ia mau, mendapat kejutan sticky note berisi motivasi semangat di dalam lemarinya disertai coklat manis yang tak berhenti selama setahun, sampai saat masuk rumah sakit selama 2 pekan lebih saat menjelang khotmil akbar, sahabat-sahabatnya bergantian menjenguk dan menjaga setiap malam, dan memenuhi segala kebutuhan. Kami berasal dari rahim berbeda, tapi dari mereka ia mengenal arti keluarga.
Kegiatan-kegiatan menyenangkan dan menyibukkan membuat ia tak sempat berpikir perihal lain, mencoba hal baru, makan makanan baru yang ia tak pernah mencoba, memasak untuk porsi 60 orang selayaknya pesta di kampungnya, saat itu Maffaz belum catering, belanja ke pasar dengan modal 400 ribu harus cukup makan 3 kali sehari beserta buah dan takjil puasa, memasak nasi dengan dandang sebesar dirinya, makan 1 nampan 5-6 orang, keliling kota Medan dengan angkot, dan rihlah Akbar membuat ia sungguh- sungguh bersyukur, sepanjang perjalanan ia merenungi nikmat ini tak akan didapatkan tanpa belas kasih Allah untuknya.
Rasa sakit akan berkurang jika kita fokus pada mimpi didepan mata. Seluruh kenangan manis miliknya, akan jadi penyemangat untukmu bukan? Tersenyumlah atas setiap takdir Tuhan, bersabarlah untuk setiap ujian yang datang, pelangi hadir setelah hujan yang mungkin dibenci sebagian orang, bahagiamu akan datang selepas ujian, percayalah, ini Allah yang katakan.
Satu tahun indah miliknya hampir selesai, seusai khotmil akbar antara santri ikhwan dan akhwat Medan, mereka berangkat ke Jakarta untuk wisuda akbar, Alhamdulillah ‘ala kulli hal, kakinya bisa terjejak melangkah ke Pulau Jawa, naik pesawat karena berkah doa dari guru dan orangtuanya, serta melanjutkan pengabdian 1 tahun yang Allah amanahkan ia mengajar sebagai musyrifah Mukim di Bintaro, Maskanul Huffadz Pusat memberi rasa semangat baru, takut, dan sedikit ragu.
Ia tak pernah terbiasa untuk bicara didepan umum, namun di Maffaz Medan ia banyak belajar dan berlatih dari kegiatan muhadharah, lomba pidato akbar, dan antar cabang, serta mengisi kajian via online pernah dilakukan. Satu tahun miliknya memberi banyak kesempatan.
Wisuda tanpa kehadiran orangtua karena terhalang biaya, membuat ia sedikit galau, namun ia sungguh tak ada waktu untuk bersedih. Bermodal doa dan ridho, Ra memulai hari-harinya menjalankan amanah 1 tahun kedepan di Bintaro. Sekarang selepas pengabdian, Maffaz memberi kesempatan untuk kembali belajar, kali ini bumi Allah di Kota Batam yang dulunya merupakan kediaman Umma Oki dan keluarga, menjadi guru dan saksi berkah Al-Quran.
Diamanahkan menjadi kepala cabang disana tidak pernah terbesit di hati, akan Ra usahakan dengan sebaik-baiknya, terkadang Amanah yang Allah beri bukan karena kita memang mampu dan bisa, namun Allah ingin kita belajar dari hal tersebut. Satu tahun berikutnya akan dimulai dengan cinta, semoga akhirnya berbuah pahala.
***********