Skip to main content

MASKANULHUFFADZ.COM – Hidayah adalah kenikmatan terbesar yang Allah berikan kepada manusia yang dipilihnya. Hidayah adalah sebab utama seseorang mendapatkan keselamatan hidup dunia dan akhirat. Maka, beruntunglah mereka yang Allah mudahkan baginya hidayah dan tidak ada satupun manusia yang akan mencelakakannya.

Perjuangan menjemput hidayah adalah perjalanan panjang yang butuh bimbingan langsung dari Allah. Bersyukurlah bagi kita yang Allah berikan hidayah dalam hatinya, maka rawatlah hidayah itu dengan baik. Inilah secarik cerita dari seorang mualaf yang menemukan pelita kebenaran dalam hidupnya.

Selamat membaca!

Menjemput Hidayah Ilahi

Gubahan: Hayani Bancin – Santri Maskanul Huffadz Medan

Tanah Neraka

Desa terpencil jauh dari keramaian kota, tenang dan indah dengan pepohonan dan tanaman yang subur. Setiap tahunnya, desa itu selalu dianugerahi panen yang melimpah. Namun, kehidupan mereka sangat menyedihkan, karena kebanyakan masyarakatnya tidak mengenal Tuhan.

Masyarakat yang tinggal di sana menganggap semua yang dimilikinya adalah hasil dari jerih payah mereka sendiri.

Mereka sombong, angkuh, dan tidak peduli dengan perintah-perintah Allah. Satu-satunya masjid di sana hanya buka dua kali dalam setahun yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Tidak ada lantunan suara adzan setiap harinya. Menyedihkan, perzinaan terjadi di mana-mana, minuman memabukkan, dan hamil diluar nikah, sudah menjadi hal yang membudaya bagi mereka.

Tidak ada perbedaan halal haram di sana. Mayoritas penduduknya beragama Kristen, termasuk pedagang, pengurus desa, bahkan seluruh pengajar di sekolah juga beragama Kristen.

Islam menjadi agama yang terasing, karena muslim di sana tidak pernah menampakkan syariat-syariat Islam. Bahkan, ibadah shalat dan puasa Ramadhan pun hanya dilakukan oleh sebagian kecil orang.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara bulan Ramadhan dengan 12 bulan lainnya. Kemaksiatan, kesyikirikan, musik-musik kemusyrikan, bahkan ritual menyembah roh orang mati pun masih terus dijalankan mereka.

Dahulu kala, desa ini pernah dilanda musim kemarau yang panjang, menyebabkan tanaman mati dan gagal panen. Masyarakat desa memanggil roh nenek moyang mereka untuk dimasukkan dalam tubuh seseorang sebagai perantara. Lalu, orang tersebut dibungkus dengan dedaunan yang disirami air oleh seluruh warga desa. Naudzubillah

Masih banyak ritual-ritual kemusyrikan yang mereka lakukan, memang sangat tragis, namun itulah kenyataanya. Itulah desaku, tempat darahku pertama kali menetes.

Malaikat Duniaku

Aku terlahir dari keluarga sederhana, keterbatasan ekonomi, dan ilmu agama. Terlahir dari seorang Ibu mualaf. Masuk Islam karena wasilah mencintai Ayah yang notabene seorang muslim.

Sejak kecil aku dan saudara-saudaraku selalu tinggal bersama nenek. Beliau sering membawa kami ke gereja untuk menemani beliau beribadah.

Tuntutan ekonomi membuat Ayah dan Ibu sibuk bekerja, sehingga bagi kami agama Islam hanya sebagai simbol agama, kami tidak pernah diajarkan praktik-praktik ibadah, seperti shalat, puasa, membaca Al-Quran atau mengajak kami mendengarkan suara adzan.

Ayah dan Ibu hanya mengajarkan kami tentang mencapai cita-cita, dan cara mencari uang dengan berkebun ke ladang orang selepas pulang sekolah. Sejak kecil kami kekurangan kasih sayang. Ayah dan Ibu sibuk mencari nafkah agar anak-anaknya bisa makan dan belajar lebih tinggi dari mereka, sehingga mereka berharap kami bisa menjadi orang sukses nantinya.

Pages: 1 2

2 Comments

Leave a Reply