Dunia santri penuh dengan rintangan yang berbeda, ujian utama kerap kali bermuara pada masalah hati. Awalnya, sulit bagiku meresapi dan menerima semuanya. Namun, seiring berjalannya waktu dan pembelajaran dari lingkungan sesama santri, aku sadari bahwa kunci utama terletak pada kesabaran dan ketulusan hati.
Ujian demi ujian bergandengan datang memelukku dengan lembut, saking lembutnya yang terlihat hanyalah air mata dan senyum tipis disela tetesan air mataku.
Sebelum melangkah memasuki dunia santri, planning-ku sangatlah terarah. Rencana yang begitu tinggi melangit tanpa memikirkan resiko. Planning yang kususun itu seolah-olah telah menggambarkan diriku di masa depan. Salah satunya, rencana di masa mondok, menetapkan hafalan 5 halaman setiap hari, dengan penuh keyakinan, aku merancang perencanaan ini dan melihatnya sebagai tantangan yang dapat kutaklukkan dengan mudah.
Ternyata, tidak semudah yang kuharapkan. Sejak hari pertama, kesulitan sudah hadir menghampiriku. Ayat-ayat yang kubaca tak pernah terbayang dalam kepala. Sampai ku tak mengerti definisi fokus, akibat isi kepala yang saling tabrakan dengan bayangan yang tak diundang.
Hari demi hari berlalu, masalah yang sama terus menghantuiku. Demikian juga, dengan rasa iri yang terus menggerogoti hati ini. Melihat teman seperjuangan yang terus berpacu dengan targetnya, namun di sisi lain aku masih tertatih-tatih dengan setoran satu halamanku.
Ketakutan semakin mencekamku, sudah segala metode dan saran kucoba. Namun, tetap saja tetesan titik-titik air mata terus menemani perjuangan ini. Tidak jarang, titik keputusasaan mengiringi harapanku.
Perlahan kembali kuhadirkan niat yang pernah kutanam. Berat, memang berat tetapi kucoba untuk melawannya. Mengembalikan keikhlasan hati untuk berjuang, melawan amarah, kekecewaan dalam diri.
Mematahkan persepsi “Mengapa ujian hanya tertuju padaku dan seakan kemudahan enggan menghampiriku.”
Hari demi hari pun berlalu, masih dengan kesulitan yang sama. Sampai aku berada pada titik ke futuran atas rasa lelah yang tak berujung ini. Sembari bersimpuh memeluk Al-Quran, air mata membanjiri pipi yang semakin memerah menahan amarah.
Dalam munajatku hati ini berbisik lirih “Ya Allah, jika takdirku untuk kau uji dalam hafalan, maka dampingi hamba, lembutkan hati ini untuk sabar berjuang, jangan tinggalkan hamba dalam perjuangan menggapai Ridho terbaikmu“
Akhir tahun telah tiba, pelajaran singkat tentang hati sungguh berharga. Menyambut tahun baru yang lebih baik catatan-catatan resolusi sudah ku siapkan. Pintaku sederhana, harapan agar Allah selalu membersamaiku dalam mengukir jejak hidup ini, menghadirkan sabar, ikhlas, dan syukur dalam setiap langkah menyusuri takdir. Maka, inilah resolusiku.
Baca Juga: Nilai Islam yang Harus Ada Dalam Resolusimu