Skip to main content

MASKANULHUFFADZ.COM – Belajar ataupun jadi delegasi di luar negeri merupakan impian banyak orang. Kesempatan ini sangat memberikan manfaat, gerbang menuju cakrawala ilmu yang lebih luas, pengalaman baru yang membentuk karakter, serta tantangan yang memperkaya jiwa. Namun, disayangkan saat kesempatan itu datang tidak semua orang bersemangat dan bersegera mengambilnya, bahkan bimbang, takut, ragu, dan menolak secara perlahan.

Bukan tidak ingin, tapi ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan, seperti restu orang tua, rasa khawatir jauh dari keluarga, tantangan sosial, kendala finansial, bahkan budaya lintas negara. Tetapi sejatinya, itu semua hanyalah kekhawatiran sebelum kita mulai melangkah. Ketakutan yang muncul sering kali lebih besar dari realita yang akan kita hadapi.

Menghadapi budaya yang sangat berbeda bahkan bertolak belakang dengan budaya asli dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, baik dari segi norma, sosial, kebiasaan sehari-hari, maupun adat istiadat. Hal ini sering kali menimbulkan keresahan atau kekhawatiran, terutama bagi mereka yang belum terbiasa dengan lingkungan baru. Tapi di sinilah titik pentingnya, budaya bukan untuk dihindari, tapi dipahami dan dimaknai.

Budaya suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi yaitu ijabi (positif) dan salbi (negatif). Setiap daerah tentu memiliki kekhasan budayanya masing-masing. Jika budaya tersebut bernilai positif, maka kita dapat berperan aktif dalam mendukung dan menghidupkannya, dengan mengaitkannya pada nilai-nilai Al-Qur’an dan sunnah. Dengan demikian, budaya tersebut tidak hanya menjadi kebiasaan semata, tetapi juga bagian dari bentuk ketaatan kepada Allah.

Adapun budaya yang bernilai negatif justru menjadi jembatan dalam mendakwahkan agama ini, mendekatkan mereka kembali pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Tentunya, hal ini sangat membutuhkan effort yang besar. Namun, itu tidak akan sulit jika kita mendakwahkan dengan tulus dan ikhlas.

Selanjutnya, permasalahan finansial. Kecemasan akan gaya hidup dan kebutuhan harian menuntut kemampuan dalam mengelola pemasukan secara bijak. Hal ini membuat kita harus lebih hemat, berpandai-pandai dalam membelanjakan keuangan, serta memiliki daftar pengeluaran yang terstruktur. Sehingga kebiasaan ini dapat membantu dalam memanajemen antara pemasukan dan pengeluaran.

Permasalahan krusial lainnya adalah perbedaan pendapat akibat banyaknya ormas ataupun mazhab. Perbedaan itu merupakan bentuk dari tabiat, setiap manusia mempunyai pandangan masing-masing yang tidak bisa dipaksa satu dengan yang lain. Oleh karena itu, kita jangan impulsif dalam perbedaan, kita harus saling menghargai bukan saling menjelek jelekkan orang lain. Nah, dengan sikap penerimaan ini akan terjalin hubungan sosial yang baik antar sesama.

Begitu juga dengan dunia pendidikan dan dakwah, suatu hal yang harus kita bersihkan dari sikap fanatisme. Sikap fanatik dapat membutakan kebenaran, mengakibatkan rasa benar sendiri, lalu merendahkan orang lain. Kita harus bersikap bijak, ilmu dan dakwah itu harus didekati dengan tawadhu dan sikap terbuka. Bukan dengan klaim kebenaran sendiri.

Pada akhirnya, misi berjuang ke luar negeri bukan hanya soal mengejar popularitas, tapi menunaikan tanggung jawab sebagai muslim dalam membawa kebaikan. Baca juga: Sambut Kedatangan Keluarga dari Mesir 

 

Responden: Syaikh Dr. Ahmad Abdul Aziz Muhammad Elashry,Lc

Leave a Reply