MASKANULHUFFADZ.COM – Tahun 2025 menghitung hari akan berakhir, fomo tahun baru mulai bersebaran. Pilihan wisata dengan kelebihannya masing-masing mulai menawarkan diri sebagai alternatif mengisi libur panjang. Tidak hanya itu, acara penyambutan pun sudah mulai terpampang di media sosial.
Perayaan tahun baru ini seolah menjadi hedonisme tersendiri tanpa melihat negara, suku, daerah, ataupun jenis kelamin. Bahkan semua usia ikut serta merayakan penyambutan tahun baru. Namun, berbarengan dengan itu budaya perayaan tahun baru ini mendapat polemik khususnya bagi umat islam.
Berbagai pendapat bermunculan, Apakah benar merayakan tahun baru sama dengan tasyabbuh atau ini hanyalah bentuk sikap muamalah antar masyarakat? Lalu bagaimana batasan antara tasyabbuh dan muamalah? Berikut penjelasannya menurut dalil Al-Qur’an ataupun pendapat ulama.
Batasan Antara Tasyabbuh dan Muamalah
Tasyabbuh merupakan perilaku yang merujuk pada sikap meniru kebiasaan, gaya hidup, atau tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Rasulullah pun mengingatkan larangan bagi mereka yang menyerupai perilaku muslim yang meniru orang-orang yang tidak beriman. Perilaku tasyabbuh ini juga dijelaskan dalam Qs. Ar-Rum ayat 31-32.
“Janganlah kamu termasuk termasuk orang-orang yang musyrik (menyekutukan Allah), yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”
Ayat tersebut diperjelas dengan keterangan dari para ulama mazhab, di antaranya:
Menurut Mazhab Hanafi, menyatakan bahwa siapa saja yang menyerupai atau meniru suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut. Dalil ini menegaskan larangan keras untuk tidak meniru golongan kafir, sekaligus sebagai peringatan agar umat Islam tidak menggadaikan identitas keagamaannya. Pandangan ini sejalan dengan pendapat dari Imam Maliki dan Imam Hambali. Bahkan menurut mazhab Syafi’I tasyabbuh termasuk dalam kategori haram. Berdasarkan pendapat ulama tersebut maka disimpulkan bahwa tasyabbuh hukumnya dilarang.
Sementara yang dimaksud dengan muamalah merupakaan interaksi atau perilaku timbal balik dalam konteks sosial yang mencakup hubungan antar manusia dalam urusan dunia, terutama berkaitan dengan harta dan transksi. Adapun yang menjadi prinsipnya yaitu ridho, keadilan, dan menghindari kebatilan.
Lebih lanjut, para ulama mengomentari hukum muamalah ini adalah sesuatu yang integral dengan syariat islam. Imam Al-Ghazali berpandangan muamalah merupakan cermin moral islam dalam kehidupan masyarakat, adapun Imam Syafi’i menyebutkan muamalah dihukumi mubah kecuali ada dalil yang melarangnya.
Dengan demikian, muamalah dan tasyabbuh adalah dua hal yang berbeda. Adapun jika dikaitkan dengan perayaan tahun baru ada dua pandangan menanggapi hal ini, ada yang membolehkan asalkan diisi dengan hal positif. Namun, menjadi haram jika sudah masuk dalam ranah tasyabbuh.
Jika dilihat dari sudut pandang yang lain, memperingati tahun baru dengan perayaan yang lazim dilakukan banyak orang, termasuk dalam kategori kesia-siaan, tidak ada manfaatnya, serta memicu banyak mudharat. Sehingga bisa dikatakan perayaan tahun baru termasuk pada hukum haram.
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Al Furqan ayat 72)










